Kamis 17 Dec 2015 21:22 WIB

DPR Minta Rakyat Kawal KPK

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Bayu Hermawan
Suasana penghitungan suara calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Komisi III DPR RI, Jakarta, Kamis (17/12). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Suasana penghitungan suara calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Komisi III DPR RI, Jakarta, Kamis (17/12). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA ---DPR telah resmi memilih lima pimpinan KPK, yang diketuai oleh Agus Rahardjo. Dengan terpilihnya lima pimpinan, DPR berharap rakyat Indonesia mengawal KPK dalam melaksanakan tugasnya memberantas korupsi.

''Kami berharap para pimpinan KPK terpilih mengemban amanah, dan melaksanakan tugas untuk kepentingan negara secara profesional,'' kata Ketua Komisi III, Azis Syamsuddin usai menutup rapat pleno penetapan capim KPK, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (17/12).

Setelah ini, kata Azis, kelima pimpinan KPK itu akan ditetapkan dalam rapat paripurna terdekat. Ia menyebutkan ini merupakan proses demokrasi yang baik, karena disepakati oleh seluruh fraksi tanpa hambatan.

''Seperti yang sudah-sudah, dalam perkembangan kami mengajak seluruh bangsa untuk mengawal KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi ke depan,'' ujar politisi Golkar itu.

Anggota Komisi III Fraksi PKS, Nasir Djamil menilai, kelima pimpinan KPK itu harus membangun sistem yang efektif untuk koordinasi dan komunikasi dengan kepolisian dan kejaksaan. Mereka dinilai, ingin secara bersama-sama menjadi trisula untuk melaksanakan pencegahan dan penindakan.

''Jadi saya tidak khawatir akan terjadi gesekan,'' kata Nasir.

Menurut Nasir, ketika sebuah lembaga punya kewenangan yang sama, maka benturan sangat mungkin terjadi. Sehingga fungsi Pencegahan, Penindakan, Supervisi, Monitoring dan pendidikan perlu dijalanakan.

Presiden juga diharapkan berada di garda terdepan dalam mengawal KPK. ''Presiden harus menjadi dewan pengarah. Mengarahkan bukan berarti intervensi,'' ucap Nasir.

Desmond Djunaedi Mahesa, anggota Komisi III Fraksi Gerindra, menilai, Surya Tjandra tidak terpilih karena usianya yang terlalu muda. Ia mengatakan Surya baru bisa menjadi pimpinan KPK diperiode berikutnya.

Soal Busyro Muqaddas, Desmond menyatakan itu merupakan hal yang wajar. Ia mengungkapkan Busyro kerap kali menuduh DPR sebagai lembaga yang korup, tapi tidak ada pembuktian.

''Kalau pak Busyro pengecualian, mungkin membuat kawan-kawan DPR tersinggung karena mengatakan korup. Tiga kali dia mengatakan DPR korup. Bayar berapa dia (ke DPR waktu terpilih), kalau dia bayar boleh ngomong. Ini menurut saya agak gak enak, aneh juga. Anda mau gak memilih orang tapi anda dibilang korup,'' tegas Desmond. 

Sementara Sujanarko, ia menilai dirinya hanya pintar soal hukum internasional, tapi bukan hukum pidana Indonesia. Menurutnya, pemberantasa korupsi di Indonesia tidak bisa pakai hukum internasional yang sebagian belum dirativikasi.

''Itu berbahaya, nanti mudah digugat orang kalah semua KPK. Tidak ada guna dia di KPK itu,'' jelasnya.

Sementara untuk Johan Budi SP, Desmond tidak terlalu memberikan penilaian yang negatif. Johan Budi kalah hanya karena tidak mendapat suara yang cukup.

Johan Budi mendapatkan 25 suara dalam proses voting, namun suara terendah dari lima pimpinan lainnya adalah 37. ''Johan natural saja, kalah karena jumlahnya tidak mencukupi,'' ucap Desmond.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement