Ahad 13 Dec 2015 07:58 WIB

Menkes Pernah Rekomendasikan Presiden tak Bahas RUU Pertembakauan

 Warga menjemur daun tembakau non rajang di Wekas, Magelang, Jawa Tengah.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warga menjemur daun tembakau non rajang di Wekas, Magelang, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Project Manager Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Tari Menayang mengatakan, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pernah memberikan rekomendasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pemerintahan sebelumnya, untuk tidak membahas Rancangan Undang-Undang Pertembakauan bersama DPR.

"Hal itu terlihat pada surat dari Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bernomor HK.04.02/Menkes/460/2014 tertanggal 11 Agustus 2014," kata Tari Menayang kepada Antara di Jakarta, Ahad (13/12).

Dalam surat tersebut, menkes menyatakan telah dilakukan rapat koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Kesehatan. Dalam rapat koordinasi tersebut, disepakati bahwa Kementerian Kesehatan menjadi 'leading sector' dalam persiapan pembahasan RUU Pertembakauan.

Dalam rapat koordinasi lanjutan, kementerian-lembaga terkait telah sepakat dan mempertimbangkan secara filosofis substansi pokok RUU Pertembakauan tidak mencerminkan semangat mewujudkan negara kesejahteraan untuk mencerdaskan, menyehatkan dan meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia. Hal itu karena RUU Pertembakauan, hanya menitikberatkan pengaturan pada pemanfaatan produk tembakau secara jangka pendek dan lebih kepada petani, tanpa mempertimbangkan dampak buruk konsumsi produk tembakau terhadap segala lapisan masyarakat, khususnya generasi muda.

Melalui surat tersebut, menkes juga menyatakan secara yuridis tidak ada urgensi yang mendesak untuk mengesahkan undang-undang pertembakauan karena hampir semua pasal dalam RUU Pertembakauan terkait produksi, distribusi, industri, harga dan cukai serta pengendalian konsumsi sudah diatur dalam undang-undang lain.

Undang-Undang lain tersebut adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Kemudian, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

Apabila RUU Pertembakauan diundangkan, maka akan tumpang tindih dan menimbulkan ketidakpastian hukum di bidang perindustrian, keuangan, perdagangan, pertanian dan kesehatan serta berpotensi bertentangan dengan Pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945.

Sedangkan secara sosiologis, RUU Pertembakauan juga akan memberikan keistimewaan pengaturan pada produk tembakau dan petani tembakau yang hanya merupakan bagian kecil dari produk pertanian. Padahal, masih banyak produk-produk lain yang memengaruhi kebutuhan hidup pokok masyarakat yang harus lebih mendapat perhatian negara.

Mempertimbangkan hal-hal tersebut, menkes merekomendasikan kepada Presiden untuk tidak melanjutkan pengajuan dan pembahasan RUU Pertembakauan dengan DPR.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement