REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan pembangunan Rumah Susun (Rusun) di kawasan Kemayoran sebagai alih fungsi dari Wisma Atlet akan diambil alih oleh pemerintah pusat. Pembangunan rumah susun ini pun masih dipermasalahkan oleh Komisi II DPR RI.
"Tetap jalan. Kalau pun tidak, bisa pemerintah yang bangun. Ini masalahnya karena (hibah) dari Setneg (Sekretariat Negara) ke DKI," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (11/12).
Menurut dia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pun siap membangun sebagian dari perumahan untuk masyarakat tersebut. "Sebagian dibangun PU. Yang dibangun PU nggak ada masalah," tambah JK.
Ia pun menegaskan, meskipun pada awalnya pembangunan perumahan tersebut digunakan untuk wisma atlet dalam rangka ASIAN Games 2018, namun rumah susun tersebut selanjutnya digunakan untuk perumahan rakyat.
"Tetap jalan pembangunannya jalan. Hanya persepsi, setelah dipakai jadi rumah masyarakat (rusunawa)," jelas JK.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani, menyampaikan pembangunan wisma atlet digunakan untuk menampung 14 ribu atlet, official, serta 7 ribu awak media dalam menyambut ASIAN Games 2018.
Ia juga mengatakan, diperlukan perbaikan 35 venue yang akan menjadi tempat pelaksanaan ASIAN Games. Sebanyak 25 tempat diantaranya pun harus dibangun baru.
Seperti diketahui, pembangunan Wisma Atlet di kawasan Kemayoran hingga kini masih menuai konflik antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan Komisi II DPR RI.
Konflik tersebut datang lantaran perbedaan kepentingan dari kedua belah pihak. Basuki menginginkan adanya pembangunan Rumah Susun (Rusun) dikawasan Kemayoran sebagai alih fungsi dari Wisma Atlet yang akan dibangun nanti. Namun, rencana itu ditolak oleh Komisi II yang menginginkan adanya lahan komersial di daerah tersebut.
Penolakan Komisi II DPR RI berkaitan dengan pemanfaatan Wisma Atlet setelah ASIAN Games 2018 yang diperuntukkan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Komisi II menilai lahan tersebut lebih baik digunakan untuk hal yang lebih komersil.