REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Pandjaitan mengatakan, posisi pemerintah Indonesia sudah jelas terkait perpanjangan kontrak PT Freeport
"Tanggal 17 Juni 2015 saya masih membuat memo tidak setuju perpanjangan, tanggal 2 Oktober juga masih tidak setuju untuk perpanjangan," kata Luhut dalam konferensi pers terkait polemik PT Freeport di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (11/12).
Ia pun sempat mengeluh tentang perkara pencatutan nama presiden dan wakil presiden yang berujung pada penyebutan namanya. Tuduhan bahwa ia terlibat dalam pemufakatan jahat tersebut dinilainya tidak berdasar.
"Jadi, ada yang menuduh saya seolah-olah saya pernah berbicara pada Novanto atau saudara Riza untuk pengaruhi presiden perpanjang kontrak Freeport. Saya ingin orang yang berbicara mengenai saya, datanglah ke saya, dan tunjukkan salah saya di mana. Saya ingin berhadapan dengan orang yang bicara itu, supaya kita selesaikan secara baik," katanya.
Ketua DPR Setya Novanto dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said ke MKD atas dugaan melanggar kode etik dengan terlibat dalam proses perundingan kembali perpanjangan kontrak PT Freeport. Novanto dituding melakukan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden serta disebut-sebut meminta saham dalam proses itu.
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sejak Rabu (2/12) telah menggelar persidangan untuk membuktikan dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR dengan memanggil pihak terkait antara lain Menteri ESDM Sudirman Said, pengusaha Muhammad Riza Chalid, bos Freeport Maroef Sjamsuddin dan Ketua DPR Setya Novanto.
Hingga Senin (7/12) MKD telah berhasil memeriksa keterangan Sudirman, Maroef dan Novanto. Sedangkan Riza Chalid belum memenuhi panggilan MKD. Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla sendiri??marah atas dugaan pencatutan nama keduanya.