Ahad 06 Dec 2015 00:41 WIB

Ide Pengadilan Ad Hoc Dinilai Hidayat Tebang Pilih

Rep: C25/ Red: Indira Rezkisari
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid saat melakukan kunjungan di Kantor Harian Republika, Jakarta, Senin (9/11).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid saat melakukan kunjungan di Kantor Harian Republika, Jakarta, Senin (9/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ide pembentukan pengadilan Ad Hoc muncul di tengah publik demi menyelesaikan kasus permintaan saham yang diduga dilakukan Setya Novanto. Gagasan muncul karena kasus yang ditangani MKD belum terlihat menuju titik terang.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid, menolak ide pembentukan pengadilan Ad Hoc untuk menyelesaikan kasus 'papa minta saham' yang menyeret nama Setya Novanto. Ia tetap meminta masyarakat bersabar,dan menyerahkan kasus lewat mekanisme Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Ia menerangkan Indonesia masih memiliki banyak kasus besar. Hingga bila ide pembentukan pengadilan Ad Hoc dimunculkan untuk penyelesaian kasus ini, maka akan terlihat seperti tebang pilih. Bisa dilakukan untuk satu kasus tapi tidak untuk yang lain.

"Seakan tebang pilih kalau kita gunakan Ad Hoc untuk satu kasus dan tidak kasus besar lain," kata Hidayat, Sabtu (5/12).

Hidayat menegaskan selama ini tidak pernah ada yang membicarakan pengadilan Ad Hoc, padahal banyak kasus besar yang sedang dihadapi Indonesia selama ini. Untuk itu, ia meminta masyarakat membiarkan lembaga hukum yang ada agar dapat menyelesaikan kasus yang mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tersebut.

MKD sendiri sudah menggelar dua sidang terkait kasus pencatutan nama yang diduga dilakukan Ketua DPR RI Setya Novanto, serta telah menghadirkan Menteri ESDM Sudirman Said dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement