Kamis 03 Dec 2015 20:15 WIB

Maroef: Dampaknya Sangat Besar Jika Freeport Hengkang dari Indonesia

Rep: C14/ Red: Bayu Hermawan
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin memberikan keterangan saat sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/12). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin memberikan keterangan saat sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/12). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menguak urgensi PT Freeport Indonesia (PTFI) di Bumi Cendrawasih. Hal itu disampaikan sendiri oleh Presiden Direktur PTFI Maroef Sjamsoeddin, Kamis (3/12).

Pernyataan Maroef keluar saat ditanya majelis sidang soal dampak bila sampai PTFI hengkang dari Indonesia. Menurut Maroef, masalah sosial, politik, dan lingkungan yang kompleks akan timbul bila sampai hal itu terjadi.

Ia menjelaskan apa yang menurut dia sebagai bukti-bukti. Sebuah riset pernah dilakukan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-UI) pada 2013 silam.

Kata Maroef, berdasarkan riset tersebut, operasi pertambangan PTFI berkontribusi terhadap 91 persen PDRB Kabupaten Mimika dan sekitar 37 persen PDRB Provinsi Papua. "Dampaknya sangat besar," katanya, Kamis (3/12).

Ia mengungkapkan, wilayah operasional PTFI di Papua sesungguhnya merupakan tanah yang dikuasai tujuh suku. Dengan demikian, lanjut dia, potensi konflik sosial yang cukup besar akan terjadi bila PTFI hengkang dari sana.

"Wilayah kerja atau wilayah operasional Freeport dari Tembagapura sampai di bawah, di Port Said, itu dimiliki oleh tujuh suku besar. Ini mungkin akan terjadi klaim antarsuku, bahwa ini adalah milik saya, ini adalah milik saya. Bisa terjadi potensi-potensi konflik ke depan," jelasnya.

Hal itu koheren dengan besarnya potensi masalah dari hak-hak ulayat suku-suku di Papua, sebagaimana terungkap dalam sidang kemarin. Republika.co.id mencatat transkrip rekaman suara yang diperdengarkan di MKD, kemarin (2/12). Rekaman suara itu belakangan diakui kesahihannya oleh Maroef sendiri hari ini (3/12).

MS (Maroef Sjamsoeddin) menyebut persoalan lahan sebagai persoalan besar di Papua. Kemudian, Maroef mengamini ucapan pengusaha minyak MR (M Riza Chalid) bahwa Papua adalah "provinsinya Dajjal".

MS: "Pak, masalah lahan di Papua itu juga masalah besar. Masalah hak ulayat itu susah. Pak Riza mau bangun di sana, berhubungan sama yang punya, Pak Riza sudah bayar. Nanti pamannya datang, kamu bayar ke dia, saya mana. Datang lagi keponakannya. Itu yang bikin perang suku, Pak."

MR: "Itu mirip di Padang. Sama kalau di Padang."

MS: "Kepastian hukumnya tidak ada. Ada kebon sawit besar bagus cantik udah jadi, Pak. Tiba-tiba ditutup sama gubernur katanya merusak alam. Kasihan, Pak, buat investor. Itu orang enggak jadi, males menginvestasi."

MR: "Provinsinya Dajjal."

MS: "Betul, Pak, zamannya Dajjal."

Tak cukup mengenai dampak sosial, Maroef bahkan menegaskan potensi kerusakan ekologis yang serius. Hal itu terjadi, menurut dia, bila sampai area tambang PTFI tak lagi dioperasikan oleh korporasi tersebut.

"Karena tambang itu harus dipelihara dan tidak boleh berhenti satu hari pun karena kerusakan lingkungan sangat mungkin terjadi," katanya.

Selain itu, lanjut dia, ada pula dampak politik bagi Indonesia bila sampai PTFI hengkang dari Bumi Cendrawasih. Menurut Maroef, hubungan bilateral RI masing-masing dengan Inggris dan Amerika Serikat kemungkinan akan terganggu bila sampai PTFI hengkang. Bahkan, dia menyebut keterlibatan unsur Israel. Sebab, kepemilikan saham PTFI oleh pihak asing cukup signifikan.

"Yang terbesar, yang saya tahu adalah Rio Tinto dari Inggris. Saya tidak melihat Israel. Tapi mungkin warga Israel bisa saja ada di situ pemilik saham perorangan. Jim Bob (Kepala Dewan Komisaris PT Freeport James Moffet) sendiri seorang pensiunan kapten Angkatan Darat Amerika," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement