REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Conference of Parties (COP) 21 yang dihelat di Paris besok, mata dunia diyakini akan tertuju kepada Indonesia. Sayang, sorotan tersebut bukan dikarenakan keberhasilan, melainkan kegagalan pemerintah Indonesia memenuhi komitmen menurunkan emisi.
Dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Ahad (29/11), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai pemerintah Indonesia telah gagal memenuhi komitmen menurunkan emisi, yang seharusnya menjadi fokus utama Indonesia sebagai paru-paru dunia. Sesuai komitmen, Indonesia seharusnya mengurangi emisi 26 persen dengan upaya sendiri, dan 41 persen dengan bantuan internasional sampai 2020.
WALHI menganggap, kegagalan Indoensia dikarenakan pemerintah terus mengikuti pilihan mekanisme pasar dalam penanganan perubahan iklim dengan kemasan Reduction of Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD). Jika sumber emisi gas rumah kaca Indonesia terbesar dari Land Use Land Use Change and Deforestation (LULUCF), maka kebakaran hutan dan lahan telah menjadi tamparan keras bagi pemerintah Indonesia.
Meski dengan kemasan REDD atau restorasi ekosistem, WALHI melihat selama ini nyaris tidak pernah ada langkah nyata pemerintah dalam melakukan pembenahan tata kelola hutan dan gambut. Kalimantan Tengah yang dijadikan provinsi proyek REDD, malah memiliki tingkat kebakaran hutan dan lahan yang parah. Ini menjadi gambaran solusi palsu penanganan perubahan iklim yang hanya melahirkan krisis.
Dengan kegagalan dan rentetan bencana ekologis dan konflik, seharusnya memberi pelajaran penting bagi pemerintah Indonesia. COP 21 di Paris juga harus menajdi momentum untuk merubah paradigma dalam pengelolaan sumber daya alam. Untuk mewujudkan itu, WALHI meminta pemerintah memberi kepastian alas hak atau hak tenurial kepada rakyat dalam mengelola sumber-sumber kehidupan.