REPUBLIKA.CO.ID, Kampung Cieunteung sudah terkenal sebagai wilayah yang sering terkena banjir. Hujan sedikit, kampung ini pasti tergenang. Kalau hujan lebat dan aliran Sungai Citarum meluap, luapannya akan menenggelamkan rumah warga.
Musim hujan di tahun ini pun akan berdampak sama. Sudah dua pekan kampung di Kecamatan Baleendah ini selalu tergenang banjir. Apalagi, saat ini curah hujan di wilayah Bandung Raya sudah semakin tinggi. Hujan sering kali turun pada sore hingga malam.
Salah seorang warga asli kampung tersebut Diding Rasidi menuturkan, banjir yang menggenang kampungnya saat ini masih murni dari air hujan yang turun. “Ini baru permulaan, tahun depan apalagi,” katanya saat ditemui, Kamis (26/11).
Pada saat itu, ketinggian genangan airnya sudah mencapai betis orang dewasa atau sekitar 20-30 cm. Diding menilai, kondisi ini surut jika dibandingkan saat hujan turun deras pada Rabu (25/11) malam.
Banjir mencapai titik tertinggi saat aliran air dari beberapa anak Sungai Citarum, seperti Cisangkuy, mengalir deras ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Ketika tidak sanggup menerima aliran air dari anak-anaknya, DAS Citarum bakal meluap dan membanjiri permukiman warga. Daerah terdekat adalah Kampung Cieunteung karena letaknya yang lebih rendah dari bantaran Sungai Citarum.
Berdasarkan pantauan, belum ada warga yang terlihat mengungsikan barangnya ke tempat yang aman. Mereka masih bertahan di kediaman masing-masing. Paling-paling, warga hanya memindahkan barang mereka dari lantai satu ke lantai dua rumah masing-masing.
Ya, rata-rata rumah di Kampung Cieunteung dibuat berlantai dua untuk mengantisipasi banjir yang datang setiap tahunnya. Lantai dua juga dibuat agar warga tidak perlu mengungsi dan meninggalkan rumah.
Namun pada puncak musim hujan, air mencapai titik tertingginya di Kampung Cieunteung. Genangan air bisa mencapai dua sampai tiga meterk. “Punya rumah berapa tingkat pun sama saja. Perahu pun bisa terguling,” ujar Diding saat diwawancara di antara genangan air.
Diding mengaku, sudah ada rencana untuk membebaskan lahan permukiman di Kampung Cieunteung sejak 2013. Namun rencana itu tinggal rencana, karena hingga saat ini belum juga ada tindakan dari pemerintah setempat.
Sepengetahuan Diding, Kampung Cieunteung akan dijadikan danau sebagai tempat penampung dan resapan air. Namun, rencana tersebut tak kunjung dilakukan. “Dari dulu sampai sekarang baru diukur-ukur saja,” tutur Diding.
Diding mengakui, pembuatan danau ini masih terkendala pembebasan lahan. Harga yang ditawarkan pemerintah dan warga belum cocok. Pada 2009, sudah ada sekitar 20 rumah warga yang dibebaskan lahannya. Saat itu, tanah dan bangunan rumah dibeli seharga Rp 1,5 juta per meter.
Sekarang, warga tetap ingin dibebaskan tanahnya dengan harga Rp 2,5 juta per meter. Warga pun sudah bosan dengan kondisi yang setiap tahun sama. Namun, harapan tinggal harapan karena sampai saat ini belum ada upaya dari pemerintah.