Rabu 25 Nov 2015 17:17 WIB

Daerah Pelosok Masih Kekurangan Guru

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Winda Destiana Putri
Seorang guru sedang mengajar di kelas/ilustrasi
Seorang guru sedang mengajar di kelas/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memperbaiki distribusi guru agar ketersediaannya merata.

Hal ini sangat penting, karena masih banyaknya daerah terpencil yang kekurangan tenaga pengajar.

Menurut Sekretaris Daerah Jabar Iwa Karniwa, jumlah guru di perkotaan jauh lebih banyak dibanding pedesaan. Meski tidak menyebut angka, Iwa menyebut tenaga pendidik terlalu menumpuk di kota. Sehingga, daerah pelosok mengalami kekurangan.

Oleh karena itu, kata dia, pemprov akan melakukan pemetaan mengenai sebaran guru di Jabar terutama untuk SMA/SMK. Seperti diketahui, mulai 2017, pengelolaan SMA/SMK menjadi kewenangan pemprov.

"Kami akan mapping, sedang dalam proses. Guru enggak ada di pelosok itu apakah memang kekurangan, atau karena soal distribusi," ujar Iwa usai memimpin peringatan Hari Guru Tingkat Provinsi Jabar, di Gedung Sate, Bandung, Rabu (25/11).

Setelah mengetahui sebaran secara pasti, kata dia, pemprov akan merumuskan cara agar ketersediaan guru jadi merata. Salah satunya, bisa saja memberi insentif khusus kepada guru-guru yang mengajar di pelosok.

"Itu harus ada gula. Lalu bagaimana gulanya, tunjangannya, lebih besar (dibanding) dengan di kota," kata Iwa.

Daerah yang masih kekurangan guru, kata dia, salah satunya Cianjur selatan. Selain mengatasi persoalan distribusi, pihaknya akan terus meningkatkan kualitas para guru. Caranya dengan memberi pelbagai pelatihan kepada tenaga pengajar tersebut.

"Perhatian ini bukan hanya bentuk uang, tapi juga melalui peningkatan mutu guru," katanya.

Pemprov Jabar, kata dia, akan memberi pelatihan pada guru. Yakni, sudah menyiapkan dua balai untuk meningkatkan mutu guru, terutama guru-guru yang berbasis keterampilan.

Sementara menurut Kepala Dinas Pendidikan Jabar Asep Hilman, mulai 2017, pemprov memiliki kewenangan terhadap pengelolaan SMA/SMK termasuk gurunya. Sehingga, kata dia, saat ini kebijakan penempatan guru berada di pemerintah kabupaten/kota.

"Kami akui belum merata. Sebagian daerah kelebihan, sebagian kekurangan. (Sekarang) kebijakan penempatan guru ada di kabupaten/kota," katanya.

Dengan pengambilalihan kewenangan SMA/SMK, kata Hilman, sebaran tenaga pendidik di tingkat SMA akan lebih baik. "Insha Alloh kalau 2017 setelah alih kelola, Insha Alloh akan kita ratakan," katanya seraya menyebut alih kelola ini mencakup 738 sekolah negeri dengan total 27 ribu tenaga pendidik kependidikan.

Ketua PGRI Jabar Edi Parmadi mengatakan, ketimpangan jumlah guru di Jabar ini terlihat pada sekolah dasar. Meski tak menyebut angka, menurutnya jumlah guru SD di daerah terpencil jauh lebih sedikit dibanding perkotaan.

"Menumpuk di kota, berlebih. Di daerah kurang. Guru SD umumnya kekurangan, sangat kekurangan. Kalau SMA/SMK tidak terlalu," katanya.

Oleh karena itu, Edi meminta pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota segera bersikap untuk menekan ketimpangan jumlah guru tersebut.

"Manajemen distribusi guru yang harus ditata ulang oleh pemerintah. Harus benar," katanya seraya menyebut jumlah guru di Jabar mencapai 576 ribu, termasuk 380 ribu guru yang masih berstatus honorer.

Untuk memperbaikinya, Edi meminta pemerintah agar lebih memperhatikan kesejahteraan guru di daerah pelosok. "Kehidupan guru di kota kan lebih baik.

Maka (guru) di daerah terpencil harus lebih diperhatikan," katanya.

Selain itu, Edi pun meminta kesadaran dari para guru bahwa dunia pendidikan ini menjadi tanggung jawab bersama. Edi berharap, guru, pemerintah, organisasi profesi, harus membangun kebersamaan.

"Itu bukan hanya tanggung jawab sendiri. Membangun kesadaran," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement