REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Jelang Pilkada serentak 9 Desember mendatang, praktisi hukum senior Todung Mulya Lubis mengingatkan adanya potensi korupsi yang dilakukan oleh calon kepala daerah petahana. Menurut Todung, dalam selang waktu yang hanya menghitung hari ini, potensi untuk melakukan korupsi politik sangat besar.
"Saya ingin ingatkan, semua pihak terutama petahana, incumbent itu sangat rawan melakukan tindak pidana korupsi politik karena mereka memegang kekuasaan. Kekuasaan itu sangat gampang disalahgunakan," kata Todung dalam sebuah diskusi di Medan, Sabtu (21/11).
Todung mengatakan, ada sebuah filosofi yang menyebut bahwa penguasa ingin tetap dalam kekuasaan selamanya. Hal ini, lanjutnya, terlihat dari banyaknya penguasa yang lupa bahwa jabatan politik yang ia emban hanya sementara. Para penguasa inilah yang kemudian menghalalkan semua cara agar tetap langgeng menjabat.
Todung pun mengingatkan konsekuensi akibat penyalahgunaan kekuasaan tersebut.
"Jadi hati-hati, jangan mengikuti jejak yang lain, diciduk KPK sehabis Pilkada nanti," ujarnya.
Seperti diketahui, hampir seluruh calon kepala daerah di Sumatera Utara merupakan petahana. Dari 23 kabupaten/kota yang mengikuti Pilkada serentak, 22 kabupaten/kota di antaranya diikuti calon petahana. Satu daerah yang tidak diikuti petahana, yakni kabupaten Toba Samosir.
Bawaslu Sumut telah mencatat sejumlah pelanggaran yang dilakukan calon petahana. Salah satunya adalah penyalahgunaan wewenang dengan melakukan mutasi.
"Misalnya, di Madina (Mandailing Natal), petahannya melakukan mutasi terhadap pejabat-pejabat di bawahnya, Kepsek, segala macam. Sudah ditindaklanjuti Kemendagri dan Komisi Aparatur Sipil Negara," kata Ketua Bawaslu Sumut Syafrida R Rasahan kepada Republika.co.id, Selasa (17/11) lalu.