Kamis 19 Nov 2015 17:20 WIB

Pengamat: RUU Kamnas Belum Mendesak Dibahas

Rep: C97/ Red: Bayu Hermawan
Aksi menolak RUU Keamanan Nasional (Kamnas) karena dinilai berpotensi mengembalikan Indonesia pada rezim otoriter dan militeristik.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Aksi menolak RUU Keamanan Nasional (Kamnas) karena dinilai berpotensi mengembalikan Indonesia pada rezim otoriter dan militeristik.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Dosen Fakultas Hukumn UGM dan pemerhati ketahanan nasional, Jaka Triyana menilai pengesahan RUU Keamanan Nasional (Kamnas) akan berpotensi mengembalikan dominasi negara dalam mengatur keamanan nasional. Bahkan menurutnya, negara bisa mengatur keamanan tanpa melibatkan partisipasi dan pembedayaan masyarakat.

"RUU ini masih state minded, kewenangan negara begitu besar dalam menentukan kondisi keamanan nasional," kata Jaka Triyana dalam Seminar RUU Kamnas di Hotel Sahid Yogyakarta, Kamis (19/11).

Ia menyampaikan, meski tujuan awal RUU ini untuk melengkapi norma hukum dalan bidang pertahanan, namun otorisasi pendefinisian situasi keamanan nasional berpotensi memerangus kebebasan berekpresi dan pembatasan hak asasi manusia.

Setelah delapan kali membaca draft  RUU Kamnas, Jaka Triyanan berkesimpulan bahwa RUU  ini tidak memenuhi tiga indicator berupa kepentingan nasional, ketahanan nasional dan posisi Indonesia dalam bidang politik, ekonomi dam budaya.

"Tiga indikator ini tidak dielaborasi dalam RUU. Bahkan ada interpretasi yuridis formal yang kaku," katanya.

Kehadiran RUU ini, katanya, apabila tidak dicermati secara teliti akan menyebabkan tumpang tindih perundang-undangan. Seperti TAP MPR mengenai pemisahan TNI dan Polri, UU tentang kepolisian, UU tentang pertahana negara, dan UU tentang TNI. Sehingga bisa berpotensi pada bias hukum.

Dalam draft RUU yang baru, disebutkan akan dibentuknya Dewan Keamanan Nasional. Jaka mengkahwatirkan pembentukan dewan semacam ini merupakan bentuk kompromi antara TNI dan Polri.

"Jika RUU ini arahnya ke sana, memfasilitasi kepentingan TNI dan Polri maka tidak akan menyelesaikan masalah," ujarnya.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Prof Adrianus Meliala mengatakan upaya pengajuan RUU kamnas sudah berlangsung sejak 10 tahun lalu. Namun sampai sekarang belum dibahas oleh pemerintah dan DPR.

Adrianus sendiri menilai RUU kamnas ini tidak krusial untuk disahkan menjadi Undang Undang karena kondisi kemanan nasional selalu kondusif.

Pengamat Militer dari Lembaga Imparsial, Alaraf juga mengatakan RUU Kamnas tidak perlu ditetapkan. Tetapi pemerintah perlu mengajukan draft RUU Perbantuan sebagai jembatan antara TNI dan Polri dalam mengatasi situasi darurat.

"Pemerintah sebaiknya segera memasukkan agenda pembentukan UU Tugas Perbantuan ke dalam prolegnas ketimbang membahas RUU keamanan nasional," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement