Selasa 17 Nov 2015 23:20 WIB

PPP: RUU Larangan Minol Menjadi Payung Hukum Perda

Rep: c14/ Red: Andi Nur Aminah
Minuman beralkohol
Minuman beralkohol

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PPP Achmad Mustaqim menuturkan, urgensi Undang-Undang Minuman Beralkohol (Minol). Menurut dia, selama ini ada banyak peraturan daerah (perda) yang mengatur soal pembatasan peredaran minuman beralkohol. Namun, belum ada satu pun undang-undang yang menjadi payung hukum bagi perda-perda itu. 

Selasa (17/11),  panitia khusus (Pansus) RUU tentang Minol mengadakan rapat internal hari ini (17/11). Dalam rapat tertutup ini, Fraksi PPP dan Fraksi PKS sebagai pengusul RUU tersebut menyampaikan latar belakang. 

Achmad Mustaqim selaku anggota Komisi VIII DPR itu mengakui, perda tentang minol di tiap daerah cenderung beragam. Biasanya, cakupan perda bergantung pada tingkat permisivitas masyarakat daerah terhadap minuman beralkohol. 

Mustaqim mencontohkan, pergub tentang minol di NAD berbeda dengan di Sumatra Utara. Keberagaman aturan tentang minol itu memerlukan satu payung hukum yang sama di atasnya. 

"Tentu kita harus sepandai-pandainya bagaimana di tingkat regulasi nasional itu bisa menjadi payung hukum untuk perda-perda di bawahnya. Inilah yang kita harap, UU Minol akan jadi payung utama tetapi tetap di daerah (bergantung) kearifan lokal," ucap Achmad Mustaqim di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/11).

Dia menegaskan, RUU Minol juga akan berfokus pada produsen. Menurut Mustaqim, fraksinya tidak bisa menerima keberadaan pabrik minuman beralkohol di daerah yang masyarakatnya kuat dalam beragama. (Baca Juga: PPP Usulkan Pelarangan Menyeluruh Minuman Beralkohol).

Di sisi lain, dia juga mempertanyakan, di daerah yang masyarakatnya cukup permisif terhadap minol, justru produsen tidak menempatkan pabriknya di sana. Mustaqim menganggap, pihak produsen sengaja melakukan hal itu agar semua orang Indonesia, apa pun latar keagamaannya, menerima kehadiran minol dalam rutinitas sehari-hari. 

Produsen itu kebanyakan merupakan pemodal asing. Dengan strategi penetrasi demikian, produsen akan terus mengeruk untung, sedangkan masyarakat Indonesia sendiri mesti menanggung kerugian sosial. 

"Jadi menurut saya ini ada grand design yang di luar kemampuan kita. Kalau kita tidak hati-hati, justru kita menjadi bagian dari permainan produsen internasional. Ini saya ditengarai sebagai konsep proxy war yang tak ada ujung pangkalnya tapi kita jadi korban," ujar Mustaqim. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement