Selasa 17 Nov 2015 09:02 WIB

Kemendagri Dorong Revisi Regulasi Penyelesaian Konflik Tenurial Hutan

Rep: Sonia Fitri/ Red: Winda Destiana Putri
Hutan
Foto: FB Anggoro/Antara
Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Yuswandi mendorong agar regulasi penyelesaian konflik tenurial kawasan hutan dalam bentuk Peraturan Bersama (Perber) direvisi.

Peraturan tersebut tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada di dalam Kawasan Hutan. Perlu direvisi, sebab ia melihat sejumlah hal dalam Perber justru tidak serta merta mengakui masyarakat hukum adat dan hak ulayat. 

"Dalam Perber juga tidak dipertimbangkan larangan perusakan hutan serta tidak melihat sisi UU yang di atasnya," kata dia dalam diskusi nasional bertajuk Menyelesaikan Konflik Tenurial Kawasan Hutan Secara Bijak di Hotel Le Meredien, Senin (16/11). Di sampin revisi, ia juga meminta agar Perber ditingkatkan statusnya menjadi Peraturan Pemerintah.

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Hadi Daryanto menjelaskan, kawasan hutan terdiri dari hutan hak dan hutan Negara.

Secara status, hutan memiliki fungsi konservasi, lindung, produksi dan konservasi. Sementara hutan hak yang rentan konflik tenurial dibagi dua jenis yakni hutan adat dan hutan milik perorangan. Atas segala masukan terkait Perber, KLHK berada dalam posisi negosiator dan mencoba menyelesaikannya dengan baik.

 

"Hak milik diakui oleh UU Pokok Agraria No. 65/1960 pasal 16 atau 17, sekarang Kementerian Agraria sudah menginisiasi hak Komunal," kata dia. Di samping itu, UU Pokok Kehutanan No 67 Tidak mengakui Hak Milik tapi mengakui Hak Penguasaan.

Misalnya, suatu kawasan hutan milik negara tidak bisa diperjualbelikan. Tapi ia bisa dimanfaatkan sebagaimana Pasal 33 Undang-Undang. Ia pun sepakat, peraturan soal konflik tenurial kawasan hutan harus dilakukan secara cermat agar tidak merusak hutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement