REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kekhawatiran Agus (42) akhirnya terbukti. Kapal yang ia tumpangi tenggelam, persis seperti cerita tahun 2002 silam. Tahun 2002, sebuah kapal motor jenis roll-on/roll-off atau ro-ro yang memuat puluhan truk tenggelam di sekitar Pelabuhan Labuan Bajo, Pulau Flores, NTT. Sejak saat itu, rute jalur logistik laut Jawa-Flores ditiadakan.
Baru pada Oktober 2015, rute tersebut dibuka kembali. Sebuah kapal ro-ro bernama KM Wihan Sejahtera, milik PT Trimitra Samudra, dioperasikan melayani jalur Surabaya-Labuan Bajo.
Menurut Agus, kapal tersebut sebelumnya melayani rute Pontianak-Surabaya. Hari Senin (16/11), ketika kapal tersebut tenggelam di perairan Selat Madura, menurut Agus, itu adalah kali keempat kapal ro-ro tersebut melayari rute baru Surabaya-Labuan Bajo.
(Baca juga: 25 Korban Kapal Tenggelam Dirawat di PHC Tanjung Perak)
Agus adalah sopir truk di perusahaan ekspedisi Kembang Milenium Trans atau KM Trans. Bekerja sejak 2008, menurut Agus, biasanya dia membawa barang melalui jalur darat, melintasi NTB dan dan Pulau Bali. Perjalanan Labuan Bajo-Surabaya melalui jalur darat, kata Agus, biasa ditempuh dalam waktu 10 hari. Setelah dibukanya jalur langsung Surabaya-Labuan Bajo, perjalanan bisa dipangkas menjadi dua hari saja. Sekalipun penghasilannya jauh lebih besar jika menggunakan jalur laut, kata Agus, ia tetap lebih suka jalur darat.
"Saya khawatir. Terbukti kan, kejadian. Ini untung siang, ada yang tolong. Kalau malam-malam di laut sana gimana?" Ujar pria asli Flores itu.
Menurut Agus, sekali perjalanan, ia mendapatkan penghasilan Rp 1 juta. Jika menempuh jalur darat, kata Agus, sebulan dia bisa menempuh dua kali perjalanan. Sementara dengan jalur laut, ia bisa menuntaskan empat kali perjalanan dalam sebulan.
Dari Surabaya, kata Agus, ia biasa membawa bahan bangunan, mulai dari besi beton, seng hingga rangka baja ringan. Sementara dari Flores, Agus menuturkan, ia sering membawa kopi, kemiri, kakau dan cengkeh. Agus merinci, ongkos yang dikeluarkan untuk perjalanan darat dan laut sebenarnya terpaut sedikit saja. Jalur darat, kata dia, biayanya Rp 11,5 juta. Sementara jalur laut, menurut Agus, ongkosnya Rp 12,5 juta.
"Tapi karena lebih cepat, bos maunya kita jalur laut. Tapi sekarang saya kapok," ujar ayah empat anak itu.