REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Program Pascasarjana Bidang Diplomasi Universitas Paramadina Jakarta Dinna Wisnu berpendapat keinginan pemerintah Indonesia untuk bergabung dengan Kemitraan Trans Pasifik, Trans-Pacific Partnership (TPP) masih terlalu dini.
"Antusiasme yang berlebihan karena kalau niatnya untuk memperluas pasar, ada banyak cara lain. Kalau ikut TPP malah negara lain yang akan lebih untung," ujarnya pada forum publik mengenai kinerja satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo yang diselenggarakan oleh "Foreign Policy Community of Indonesia" (FPCI) di Jakarta, Senin (16/11).
Belum lagi, kata dia, tuntutan dari pengusaha asing yang akan berinvestasi di Indonesia juga menjadi sebuah kesulitan yang mungkin dialami Indonesia jika memutuskan bergabung dengan "Trans-Pacific Partnership" (TPP). Untuk itu, kata dia, diperlukan studi mendalam untuk menilai seberapa pentingnya TPP bagi Indonesia.
"Apakah lebih banyak pengaruh positif daripada dampak negatifnya, sebelum Indonesia benar-benar bergabung dengan TPP," kataya.
Sependapat dengan Dinna, mantan Wakil Menteri Luar Negeri RI Dino Patti Djalal mengusulkan pembentukan gugus tugas untuk awal dan persiapan bagi Indonesia seandainya serius bekerjasama lintas Pasifik.
"Kita seperti masuk ke organisasi, harus ada proses dan negosiasi. Karena TPP sangat ambisius sebagai perdagangan bebas dengan standar yang sangat tinggi, maka membutuhkan reformasi politik dalam negeri," katanya.
Menurut dia, Indonesia perlu seorang menteri dalam kabinet yang ditugaskan untuk menangani segala hal mengenai TPP. Sebelumnya, dalam kunjungannya ke Washington DC, Amerika Serikat beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo mengungkapkan keinginan pemerintah Indonesia bergabung dengan TPP kepada Presiden AS Barack Obama.
TPP adalah perjanjian kemitraan ekonomi strategis antara beberapa negara di kawasan Pasifik seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jepang, Selandia Baru, Meksiko, Cile, Peru serta beberapa negara Asia Tenggara, yaitu Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Vietnam.