REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Angka kekerasan terhadap anak di Kabupaten Bandung meningkat 10 persen jika dibandingkan tahun lalu. Kebanyakan, kasus terjadi pada anak usia 11-15 tahun.
Kepala Bidang Perlindungan Anak BKBPP Kabupaten Bandung Haslili Lindayani menuturkan, lingkungan menjadi salah satu penyebab masih tingginya kekerasan terhadap anak di Kabupaten Bandung. Pergaulan di lingkungan bermasyarakat dinilai sangat berpengaruh pada perkembangan seorang anak.
"Faktor eksternalnya ini yang sangat rentan terjadinya kekerasan pada anak," ujar Haslili, Senin (16/11).
Teknologi yang kian maju seperti saat ini pun menjadi salah satu faktor yang pemicu meningkatnya kasus pelecehan pada anak. Terlebih, barang-barang berteknologi tinggi seperti ponsel pintar kini mudah dimiliki anak-anak.
Di sekolah pun, anak-anak menjadi sangat dekat dengan teknologi internet. Sebab, tak jarang tugas-tugas yang diberikan oleh sekolah harus diselesaikan dengan bantuan internet.
Meski tujuannya itu baik, yakni agar anak tidak buta teknologi, tapi Haslili melihat kadang ada penyampaian yang keliru dari gurunya.
"Banyak sekolah yang memberikan tugas melalui website maksudnya biar tidak buta internet. Tapi penyampaiannya itu yang salah," ujar dia.
Penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, menurut dia, juga terjadi akibat anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya. Ia menyadari, orang tua dalam kondisi sekarang ini tentu harus banting-tulang mencari nafkah untuk anaknya.
Namun, tidak sedikit orang tua yang malah mengabaikan perkembangan anaknya. "Tumbuh-kembang anaknya itu jadi kurang diperhatikan. Misalnya, habis sekolah enggak ditanya kegiatan apa saja selama di sekolah, ini yang kadang terlupakan oleh orang tua," kata dia.
Untuk mengurangi angka kekerasan terhadap anak, terutama pada kasus pelecehan seksual, pihaknya telah melakukan pembinaan kepada para keluarga. Namun, ia mengakui, tentu ada saja segelintir warga yang menjadi pemicu munculnya kasus kekerasan terhadap anak.
Selain itu, menekan angka kekerasan terhadap anak pun harus dimulai dari individu masing-masing. "Kembali ke orangnya lagi," ujarnya.