REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Petugas vulkanologi di Pos Pengamat Gunung Api Rinjani, Mutaharlin, mengatakan aktivitas letusan Gunung Barujari, anak Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, dalam dua hari terakhir cenderung menurun, namun tetap bertatus "waspada" (level II).
"Tremor masih terus menerus tapi skalanya berkurang ditandai dengan amplitudo rata-rata di bawah 30 milimeter, kalau sebelumnya selalu di atas 40 milimeter," kata Mutaharlin, ketika dihubungi dari Mataram, Jumat (13/11).
Sementara tinggi letusan disertai asap dan abu vulkanik, kata dia, mencapai rata-rata 1.000 meter dari permukaan laut (mdpl), berbeda dengan beberapa hari sebelumnya mencapai 1.700 hingga 2.500 meter.
Tiupan angin rendah yang membawa asap disertai abu vulkanik saat ini mengarah ke barat laut, namun jatuhan abu vulkanik dominan ke kaldera Gunung Rinjani.
Begitu juga dengan aliran lava dominan mengalir ke Danau Segara Anak Gunung Rinjani, dengan volume yang terus berkurang, meskipun erupsi masih terjadi terus-menerus. "Kalau kondisinya terus menurun seperti ini, tidak membahayakan penerbangan," ujarnya.
Meskipun aktivitas letusan sudah mengalami penurunan dalam dua hari terakhir, kata dia, sikap waspada harus tetap diutamakan karena sewaktu-waktu bisa terjadi letusan lebih tinggi akibat adanya dorongan magma dari dalam perut Gunung Barujari yang lebih kuat.
"Tetap harus diwaspadai terutama banjir bandang di sekitar daerah aliran Sungai Kokok Putek, Kabupaten Lombok Utara," kata Mutaharlin.
Gunung Barujari dengan ketinggian 2.376 meter dari permukaan laut (mdpl) dan berada di sisi timur kaldera Gunung Rinjani meletus pada Minggu, 25 Oktober 2015, sekitar pukul 10.45 WITA, dan hingga saat ini masih mengeluarkan asap disertai abu vulkanik.
Gunung Barujari juga disebut sebagai anak Gunung Rinjani (3.726 mdpl) oleh masyarakat Pulau Lombok karena terbentuk di area Danau Segara Anak Gunung Rinjani pada 1944.