REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG --Tingkat efisiensi dari penerapan sistem pengadaan secara elektronik (SPSE) di Jawa Barat periode 2009-2015, mencapai 14,71 persen. Jabar pun bisa melakukan penghematan anggaran sebesar Rp 1,568 triliun selama tujuh tahun penerapan.
Menurut Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, digitalisasi pemerintahan telah mendorong lahirnya transparansi dan akuntabilitas yang kemudian melahirkan bea lebih hemat. Karena proses transparansi, kata dia, maka seluruh tender bisa memangkas banyak biaya.
“Memang ini belum sempurna. Masih dalam proses penyempurnaan, terutama dalam prinsip dan ekosistem eksisting-nya,” ujar Heryawan yang akrab disapa Aher, Kamis petang (12/11).
Prinsip tersebut, terkait kebijakan pengadaan lebih fleksibel namun berkualitas. Yakni, pemenang tender adalah yang memberikan produk/jasa terbaik dengan harga wajar. Jadi, tak selalu yang termurah.
Menurut Aher, banyak kasus menunjukkan yang termurah, tapi kerap jadi masalah. Sebab, kualitas barang yang dihantarkannya tidak awet, baru beberapa tahun sudah rusak dan merugikan masyarakat. Kedua, kualitas barang termurah kerap memunculkan sengketa legal ketika peserta tender yang kalah melaporkan ke aparat untuk menyidik dinas dan vendor pemenang.
“Urusannya jadi rumit kalau ada pelaporan hukum, dan paradigma peserta itu selalu mengejar yang termurah,” katanya. Karena itu, Aher sudah menyampaikan ke Bappenas pada 10 November lalu, untuk mengubah prinsip tender dengan mengutamakan pemenang adalah yang kualitas terbaik dengan harga wajar.
Efisiensi belanja APBD Pemprov Jabar Rp 1,568 triliun sendiri terdiri atas capaian 2009 sebesar Rp 186,929 miliar atau hemat 18,11 persen (selisih dari pagu anggaran dikurangi penawaran), 2010 Rp243,346 miliar (15,41 persen), 2011 Rp255,829 (15,40 persen). Selanjutnya, 2012 Rp173,242 miliar (12,75 persen), 2013 Rp169,741 miliar (13,63 persen), 2014 Rp156,633 miliar (14,39 persen), serta hingga 6 November 2015 2015 Rp383,107 miliar (16,64 persen).