REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Sejumlah petani di Kabupaten Karawang, Jabar, tidak suka pemerintah mengimpor beras. Pasalnya, impor beras ini akan berimbas pada harga beras lokal. Apalagi, saat ini petani lagi menikmati harga gabah dan beras yang tinggi. Tapi, dengan datangnya beras impor, bisa membuat harga beras lokal terjun bebas.
Ketua Kelompok Tani Tri Ligar V, Desa Karang Ligar, Kecamatan Teluk Jambe Barat, Olih Solihin, mengatakan, saat ini harga gabah paling rendah Rp 4.600 per kilogram untuk gabah kering panen (GKP). Harga ini, masih cukup tinggi. Petani, sedang menikmati harga yang bagus.
"Tapi, dengan datangnya beras impor jelas akan merusak harga beras lokal," ujarnya, kepada Republika.co.id, Kamis (12/11).
Seharusnya, pemerintah membatalkan impor. Karena, impor beras sebenarnya tak berlaku. Buat apa? Sebab, meskipun lebih dari tujuh bulan di landa kemarau panjang, tetapi mayoritas persawahan di Karawang masih mampu tanam.
Salah satunya, di Kecamatan Telukjambe Barat ini. Meskipun ada kemunduran masa tanam, tapi sekarang sudah banyak petani yang turun ke sawah. Termasuk di Desa Karang Ligar, saat ini usia padi sudah mencapai 30 hari.
"Jadi, buat apa impor. Beras di kita saja masih cukup," ujarnya dengan nada kecewa.
Sementara itu, Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan (Distanhutbunnak) Kabupaten Karawang, mendata dari 97 ribu luas areal sawah yang ada, yang telah panen sudah 65 persennya. Adapun yang belum panen, sekitar 30 ribu hektare lagi.
"Mayoritas sawah di wilayah kami tak terganggu el nino. Sebab, suplai air dari Waduk Jatiluhur tetap ada sepanjang kemarau," ujar Kepala Distanhutbunnak Karawang, Kadarisman.
Adapun yang mengalami kekeringan dan puso itu, merupakan sawah tadah hujan. Luasannya, sekitar 5.000 hektare. Namun, sisanya merupakan sawah irigasi teknis. Jadi, tak terganggu sama kekeringan.
Jadi, kondisi ini tak menganggu produktifitas pertanian secara keseluruhan. Terkait dengan impor, pihaknya juga setuju dengan petani. Seharusnya, pemerintah pusat tidak membuka keran impor beras. Sebab, akan merugikan petani di kemudian hari.