Selasa 10 Nov 2015 12:34 WIB

Rencana Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto Jangan Terburu-buru

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bilal Ramadhan
  Pengunjung mengamati koleksi Museum Memorial HM Soeharto di Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul, Yogyakarta.
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Pengunjung mengamati koleksi Museum Memorial HM Soeharto di Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul, Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemberian gelar pahlawan nasional pada Presiden RI kedua, Soeharto, tidak perlu terburu-buru. Pasalnya, jeda antara lengsernya Soeharto dari kursi nomor satu di Indonesia pada 1998 hingga saat ini baru 17 tahun.

"Mungkin tunggu sampai jaraknya 25 tahun," kata salah satu tokoh Partai Golkar, Zainal Bintang kepada Republika.co.id, Senin (9/11) malam.

(Baca: Diusulkan Jadi Pahlawan, Ini Pelanggaran HAM di Era Soeharto)

Namun, ia menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut pada Kementerian Sosial selama bisa dipertanggungjawabkan dasarnya. Menurut Zainal, setiap pemimpin yang berprestasi dan sukses membangun bangsa layak diberi penghargaan.

Jika pada akhirnya nanti Soeharto dianugerahkan gelar pahlawan nasional, Zainal yakin pasti Kemensos telah mempunyai argumentasi tersendiri dan sudah mempertimbangkan reaksi dari non-pemerintah. Saat ini wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto masih menimbulkan polemik.

Ada pihak yang pro dan kontra. Berbicara soal prestasi, tak bisa dielakkan lagi bahwa peran Soeharto dalam pembangunan Indonesia cukup menonjol, apalagi yang berorientasi pada kerakyatan. Ada banyak macam-macam komitmen pemerintah di era tersebut.

Sebaliknya dari sisi politik ada pihak yang menganggap Soeharto menjalankan politik represif, yakni dengan menekan lawan politiknya. Dari sisi demokrasi, sebagian pihak mengecam Soeharto karena sistem pemerintahannya dinilai anti demokrasi.

Dua hal tersebut, baik dari sisi plus dan minus harus menjadi pertimbangan Kemensos jika ingin menganugerahi gelar pahlawan nasional pada Soeharto. Zainal mengatakan meski Soeharto dianggap otoriter, namun hingga wafatnya beliau belum ada satupun pengadilan digelar dan menyatakan dirinya bersalah.

"Kalau tidak pernah diadili, artinya tidak pernah ada penetapan dirinya sebagai pihak bersalah," ujar pria yang sempat bekerja di dunia jurnalistik ini.

(Baca: Pernah Langgar HAM, Pantaskah Soeharto Jadi Pahlawan Nasional?)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement