REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG -- Sidang lanjutan perkara pencurian alat peraga kampanye (APK) masih berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Senin (9/11). Dalam pledoinya, kuasa hukum tiga terdakwa berstatus mahasiswa meminta majelis hakim membebaskan dari semua hukuman.
Menurut Kuasa Hukum tiga mahasiswa Universitas Lampung (Unila) Hanafi Sampurna, permintaan bebas dari segala tuntutan hukum, karena masih minimnya sosialisasi pelaksanan pilkada di masyarakat terkait aturan pelarangan mencopot APK.
"Kami minta bebas, tapi kalau klien saya salah hukuman percobaan yang pantas," kata Hanafi ketika membacakan pledoinya.
Dalam pembelaannya, ia mengungkapkan selama ini sosialisasi penyelenggaraan pilkada serentak di masyarakat masih sangat minim, dan masih banyak yang belum tahu tentang aturan pencopotan APK yang terpasang atau tertempel.
Menurut dia, tiga mahasiswa ini tidak mengetahui pelarangan pencopotan APK bergambar pasangan calon pilkada. Mereka tidak tahu kalau tindakannya dinilai melanggar aturan dan dapat dipidana.
Tiga mahasiswa yang duduk di kursi pesakitan PN Tanjungkarang, yakni jurusan Administrasi Negara FISIP Unila. Mereka adalah Taufik Imam Ashari, Nuri Widiantoro, dan Ditho Nugraha.
Saat malam keakraban mahasiswa baru di luar kampus, beberapa bulan lalu, tiga mahasiswa ini berinisiatif mengambil banner pasangan calon pilkada Kota Bandar Lampung untuk alas tidur mahasiswa pada kegiatan tersebut, pada malam hari.
Dalam pembelaannya, Kuasa Hukum mahasiswa, menyatakan dua pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Bandar Lampung nomor urut satu dan nomor urut dua sudah memaafkan tindakan tiga mahasiswa Unila yang menjadi terdakwa tersebut. Hal ini sudah tertera dalam surat pernyataan kedua pasangan tersebut.
Kedua pasangan calon pilkada yang APK-nya dicopot, menilai pengambilan APK miliknya tidak merugikan pihaknya dan mengganggu tahapan pilkada. Mereka memaafkan tindakan mahasiswa itu, karena masih aktif kuliah, dan masa depannya masih panjang.