REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Ketua Koalisi LSM Persampahan Nasional, Bagong Suyoto mengatakan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang lebih baik ditutup.
Sebab dampaknya yang sangat besar bagi warga sekitar menurutnya tidak sebanding dengan kompensasi yang didapatkan warga sekitar lokasi TPST.
"Sebenarnya keberadaan TPA Bantargebang oleh masyarakat asli disana lebih bagus ditutup. Apalagi Community Development yang didapat sangat tidak sesuai dengan dampak yang dirasakan. Dampaknya kan sangat merugikan mereka. Memang sampah itu lebih penting dari manusia?" katanya, Kamis (5/11).
Bicara mengenai TPST Bantargebang, kata Bagong, tidak hanya sekedar bicara mengenai sampah DKI Jakarta, namun ini sudah menyangkut sampah ibukota negara.
Kendati begitu, sampah ibukota tidak seharusnya dibuang di wilayah lain dengan kompensasi yang tidak memadai. Seharusnya Gubernur DKI, kata Bagong, mengerti betul mengenai UU No. 18 Tahun 2008 mengenai Pengelolaan Sampah.
"Kita bukan hanya mikirin sampah Jakarta, tapi menyelamatkan ibukota negara dari sampah. Pemimpin Jakarta itu yang salah, dia harus membaca UU Lingkungan Hidup mengenai persampahan. Di dalam UU itu masyarakat dijamin," jelasnya.
Meski selama ini kompensasi yang diterima warga tidak sebanding dengan dampak yang diterima, lanjut Bagong, pernyataan-pernyataan Ahok sebagai Gubernur mengenai Bantargebang juga tidak sepatutnya dikeluarkan. Padahal selama ini warga tetap menerima kompensasi yang kecil, dan situasi pun cukup kondusif.
"Mereka selama ini udah telanjur menerima kompensasi dan situasi kondusif kok. Ini kan karena pernyataan-pernyataan Ahok," katanya.
Untuk itu sampah DKI Jakarta, kata Bagong, harus diangkut kembali ke Jakarta. Sebelumnya, warga di Cileungsi Kab. Bogor melakukan pencegatan truk sampah DKI Jakarta menuju TPST Bantargebang Kota Bekasi pada Senin (2/11). Akibatnya, distribusi sebanyak 6.500 ton sampah DKI Jakarta terhambat dan menumpuk di berbagai TPA di Jakarta.