Kamis 05 Nov 2015 14:13 WIB

Ini Profil Lima Tokoh yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Angga Indrawan
Ki Bagus Hadikusumo
Foto: sangpencerah.com
Ki Bagus Hadikusumo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo baru saja menganugerahi gelar pahlawan nasional pada lima tokoh, Kamis (5/11). Pemberian anugerah ini dilakukan jelang peringatan Hari Pahlawan Nasional pada 10 November mendatang. 

Berikut kelima tokoh yang telah resmi menyandang gelar pahlawan nasional tersebut:

1. Bernard Wilhem Lapian

Semasa bekerja di Batavia, Lapian menulis di surat kabar Pangkal Kemadjoean. Lewat surat kabar tersebut, dia menunjukkan sikap nasionaisme untuk membebaskan warga Indonesia dari kolonialisme. Pada 1930 hingga 1934, Lapian menjadi anggota Dewan Minahasa dan memperjuangkan pembangunan fasilitas publik, infrastruktur, rumah sakit dan lainnya bagi kepentingan rakyat.

Semasa pendudukan Jepang, pria kelahiran Sumatra Utara tersebut pernah menjadi Gunco (Kepala Distrik) dan pada 1945 menjadi Wali Kota Manado. Karena menolak mengembalikan kekuasaan pemerintah kepada Nederlandsch Indië Civil Administration (NICA), ia pernah dijebloskan ke dalam penjara di Teling, Manado. Pada 1947 dipindahkan ke penjara Cipinang, Jakarta dan pada 1948 dipindahkan lagi ke penjara Sukamiskin, Bandung, sebelum akhirnya dibebaskan pada 20 Desember 1949. 

 

2. Mas Isman

Mas Iman pernah menjadi komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Pelajar Surabaya pada 9 November 1945. Kala itu, di Surabaya terdapat organisasi pelajar bersenjata dengan dasar pemikiran bahwa pelajar harus berjuang mengangkat senjata melawan penjajah. 

Pada masa pembangunan sesudah Indonesia merdeka, Mas Isman berkontribusi dengan mendirikan Koperasi Simpan-pinjam Gotong Royong (Kosgoro) pada 10 November 1957. Kini, Kosgoro telah berkembang menjadi koperasi tingkat nasional yang memberikan dampak besar terhadap pembangunan bangsa.

Mas Isman juga pernah menjadi anggota delegasi RI untuk berunding di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1958 dan menjadi diplomat, termasuk menjadi Kepala Perwakilan RI di Rangoon, Birma pada 1959, Duta Besar RI di Bangkok, Thailand (1960-1964), dan Kairo, Mesir (1964-1967).

Selama menjabat sebagai anggota DPR/MPR RI pada tahun 1978-1982, ia tetap berkiprah dalam bidang organisasi kemasyarakatan, pendidikan, dan kemanusiaan.

 

3. Moehammad Jasin

Setelah Indonesia merdeka, Jasin terlibat secara aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, salah satunya dengan memproklamasikan Polisi Istimewa menjadi Polisi Indonesia. Dengan proklamasi itu, ia berhasil melepaskan keterikatan Polisi Istimewa dengan Jepang dan mengubah status polisi dari polisi kolonial menjadi polisi negara merdeka.

Nama Jasin juga tidak dapat dilepaskan dari keterkaitannya dengan Mobiele Brigade (Mobbrig) yang kemudian berganti nama menjadi Brigade Mobil (Brimob). Ia pun diangkat sebagai Komandan Mobiele Brigade Besar MBB Jatim sekaligus Koordinator Mobbrig di semua keresidenan Jawa Timur.

Selain berkiprah di lingkungan kepolisian, Jasin pernah diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), anggota MPRS dan MPR. Ia pun pernah ditunjuk sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Tanzania.

 

4. I Gusti Made Agung

I Gusti Made Agung dikenal sebagai Raja Badung VII. Pada September 1906, kerajaannya diserang oleh Pemerintah Hindia Belanda di bawah pimpinan Jenderal Mayor M. B. Rost van Tonningen karena blokade ekonomi tidak berhasil menghancurkan Kerajaan Badung. Pembentukan pasukan ini tidak membuat Raja Badung VII menyerah. Sebaliknya, ia memilih untuk berperang melawan pasukan Belanda tersebut hingga gugur di medan pertempuran pada 20 September 1906. Pertempuran ini lebih dikenal dengan nama Puputan Badung.

 

5. Ki Bagus Hadikusumo

Ki Bagus Hadikusumo merupakan tokoh Muhammadiyah dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Pengurus Besar (PB) Muhammadiyah selama sebelas tahun, dari 1942 hingga 1953.

Ki Bagus dikenal sebagai ulama yang teguh berpegang pada aqidah Islam. Hal itu dia tunjukkan saat menjadi anggota Komite Perbaikan Peradilan Agama yang dibentuk Pemerintah Hindia Belanda. Dalam komite ini, ia memperjuangkan agar pengadilan, dalam memutus perkara yang berhubungan dengan waris, menggunakan hukum Islam, bukan hukum adat.

Pada masa perang kemerdekaan, dengan dukungan beberapa tokoh Muhammadiyah, Ki Bagus memprakarsai pembentukan Angkatan Perang Sabil yang diresmikan pada Juli 1948. Sesudah perang kemerdekaan berakhir, Ki Bagus menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk bangsa dan negara sebagai anggota DPR mewakili Masyumi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement