Rabu 04 Nov 2015 08:35 WIB

Indikator Kesejahteraan Petani di Bali Membaik

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nur Aini
Subak di kawasan Tabanan, Bali.
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Subak di kawasan Tabanan, Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Provinsi Bali mengalami peningkatan nilai tukar petani (NTP) yang merupakan indikator kesejahteraan pada Oktober 2015 mencapai 0,36 persen. Angkanya naik dari 104,54 per September 2015 menjadi 104,91 per Oktober 2015.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, Panusunan Siregar mengatakan dari lima subsektor pertanian, hanya peternakan dan perikanan yang nilai tukarnya turun yakni masing-masingnya 1,25 persen dan 0,66 persen. Subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman perkebunan rakyat nilai tukarnya naik masing-masingnya 2,24 peren, 0,91 persen, dan 0,50 persen.

"Pemerintah daerah sudah bekerja keras sehingga sektor pertanian dan pariwisata meningkatkan perekonomian Bali. Bali menjadi daerah mandiri pangan," kata Panusunan di Denpasar, Selasa (3/11).

Nilai tukar petani secara nasional juga meningkat 0,13 persen menjadi 102,46. Secara umum kenaikan ini didorong indeks harga yang diterima petani 0,13 persen, lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga yang dibayar petani 0,01 persen.

Berdasarkan hasil pemantauan, harga gabah kering panen (GKP) per Oktober 2015 di tingkat petani di Bali mengalami kenaikan 2,82 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Harga gabah di tingkat penggilingan pun naik 1,86 persen.

Rata-rata harga GKP di tingkat petani masih berada di atas HPP, yaitu Rp 4.642,89 per kg, sementara di tingkat penggilingan Rp 4.709,09 per kg.

Kepala Dinas Pertanian Bali, Ida Bagus Wisnu Ardana mengatakan pemerintah daerah berusaha meningkatkan kesejahteraan petani sebagai salah satu tulang punggung perekonomian. Salah satu caranya adalah kerja sama dengan pemerintah pusat memberikan asuransi pertanian.

"Luas lahan sawah di Bali sampai saat ini mencapai 81 ribu hektare (ha)," katanya.

Sepanjang musim kering ditambah El Nino tahun ini sekitar 900 hektar lahan sawah sudah gagal panen. Jumlah ini tersebar di seluruh kabupaten di Bali. 

Meski demikian, kata Ardana, luasan gagal panen tersebut tidak berdampak pada produksi padi di Bali. Alasannya, petani-petani yang mengalami gagal panen mendapatkan kompensasi benih dari pemerintah di musim tanam berikutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement