REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi mengkhawatirkan persoalan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang menjurus pada sengketa hukum. Hal ini memungkinkan terjadi apabila Pemprov DKI memutus kontrak dengan PT Godang Tua Jaya.
Sanusi menilai jika persoalan ini mencapai hukum, tentunya akan ada sengketa yang berakibat ditutupnya akses pengiriman sampah. Hal tersebut akan berdampak pada macetnya pola pengelolaan sampah.
"Yang kita khawatirkan itu tadi, kalau ini muncul menjadi status quo atau bermasalah hukum lalu di-police line," kata Sanusi di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (29/10).
Ia menjelaskan Bantargebang sebenarnya merupakan tanah milik DKI. Namun, PT Godang Tua Jaya memiliki investasi selaku perusahaan pengelola. Tentunya saat bekerja sama, perusahaan tersebut tak hanya berinvestasi dengan Pemprov DKI. Melainkan investasi untuk akses jalan yang digunakan.
Artinya, ujar dia, jika digugat dan berujung pada sengketa maka akses masuk milik Godang Tua akan ditutup polisi.
Karenanya, ia mempertanyakan kepada Dinas Kebersihan DKI Jakarta terkait jalur alternatif menuju Bantargebang. Jika jalan masuk ditutup, apakah distribusi sampah masih bisa dikirim lewat akses lain.
"Takutnya akan ada status hukum, ini kalau dia tidak terima. Kecuali ini sama-sama terima," ujarnya.
Pemprov DKI diketahui sudah mengirimkan surat peringatan pertama kepada Godang Tua Jaya karena dinilai wanprestasi dari perjanjian awal. Jika dalam 105 hari tidak diperbaiki, maka Pemprov DKI akan memutus kontrak pengolahan sampah dengan perusahaan tersebut.