Kamis 29 Oct 2015 18:26 WIB

Ini Plus Minus Jika Bandara Halim Perdanakusuma Dikuasai Swasta

Rep: Sonia Fitri/ Red: Andi Nur Aminah
  Suasana kesibukan penumpang dan pengantar di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (10/1).    (Republika/Aditya Pradana Putra)
Suasana kesibukan penumpang dan pengantar di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (10/1). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Penerbangan yang merupakan Mantan Pemimpin Redaksi majalah Dirgantara Angkasa Dudi Sudibyo menyebut, ada hal positif dan negatif yang timbul dari kabar langkah Mahkamah Agung (MA) memenangkan Lion Air dalam kasasi kasus penjualan Bandara Halim Perdanakusuma. Meski mengaku tak terlalu mengikuti jalannya proses di MA, penguasaan kelola Bandara Halim menurutnya akan mengganggu kepentingan militer nasional.

"Konsekuensinya banyak, karena bandara Halim kan pangkalan militer, pergerakan militer sewaktu-waktu akan terhambat, jika misalnya ada serangan yang mengharuskan militer segera bergerak lewat udara," kata dia, Kamis (29/10).

Hambatan tersebut, sebab ada gerakan penerbangan sipil yang frekuensinya tinggi. Ia sudah punya jatah terbang melalui pengelolaan swasta. Menurutnya, jarang sekali ditemukan di negara lain yang pangkalan udaranya disatukan dengan bandara komersil seperti yang dialami Halim. 

Di sisi lain, dampak positif dapat terasa dari sisi konsumen. Pengelolaan bandara Halim Perdanakusuma oleh swasta memungkinkan penumpang mendapatkan kemudahan dan kenyamanan layanan penerbangan. Terlebih, melihat dana pemerintah yang terbatas, pengelolaan bandara oleh swasta bisa lebih terjamin dengan perjanjian-perjanjian tertentu. "Lagi pula pengembangan modalnya bukan untuk dipakai sendiri," ujarnya.

Sebelumnya, PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS) siap membangun Bandara Halim Perdanakusuma. ATS yang merupakan anak Lion Group memenangi kasasi di MA melawan Induk Koperasi TNI AU dan Angkasa Pura II. Dalam putusan, pengadilan memerintahkan agar TNI AU dan Angkasa Pura II keluar dari Bandara Halim Perdanakusuma.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement