Kamis 29 Oct 2015 06:39 WIB

Sumpah Pemuda Masa Kini

Aksi mahasiswa memepringati Sumpah Pemuda di Denpasar, Rabu (28/10).
Foto: Antara
Aksi mahasiswa memepringati Sumpah Pemuda di Denpasar, Rabu (28/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deklarasi Sumpah Pemuda sudah berusia 87 tahun. Denny JA menyambut Sumpah Pemuda dengan membuat sebuah puisi.

Sumpah Pemuda Masa Kini

"Ayo umar, ucapkan!

Jangan ragu, bacakan!

Teman-temannya heran.

Umar nampak gemetaran

Halaman kampus tiada besar.

Peringatan sumpah pemuda digelar.

Hanya belasan aktivis yang datang.

Umar selama ini paling lantang.

Namun itu deklarasi sumpah pemuda.

Umar gagal membacanya.

Yaitu soal "Berbangsa satu, bangsa Indonesia."

"Mulutku tak mau kuperintah," ujar Umar

"Lidahku tak mau mengucapkannya," ujar Umar

"Pikiranku tak mau membacanya," ujar Umar

"Apalah daya?" tanya Umar

"Seolah mulutku protes

Seolah lidahku protes

Seolah pikiranku protes

Mereka bersatu melawanku dengan protes"

"Seluruh tubuhku menggerutu:

Apa benar kita bangsa yang satu?

Yang nampak justru bangsa terpecah belah

Walau tetap bernama Indonesia."

"Konfik anak bangsa.

Sudah menelan 10 ribu nyawa.

Itu terjadi sejak reformasi sembilan delapan

Justru di era datangnya kebebasan.

"Kristen-Muslim konflik di Maluku

Itu  tahun 99-2002

Dayak-Madura konflik di Sampit.

Itu tahun 2001

Etnis Cina dizalimi di Jakarta.

Itu  tahun 98

Ahmadiyah diusir di Mataram.

Itu  sejak tahun 2003

Etnis Bali ditindas di Lampung Selatan.

Itu tahun 2010"

"Mereka semua anak bangsa

Mereka tulen indonesia

Namun mereka saling menerkam

Ingin saling meniadakan"

itulah dahak di kerongkonganku

Mengapa  sumpah pemuda itu

Gagal kubaca selalu

Soal mimpi bangsa Indonesia yang satu

Hanya tertulis di buku

Panca inderaku memberontak-membara

Tak mau ikut bersandiwara

"Tapi Umar," ujar Mona

Kita harus mulai dengan mimpi Indah

Itu untuk gelora

Mengubah realita."

Ujar Umar: "mimpiku telah dikalahkan realita

"Lihatlah di Mataram pengungsi Ahmadiyah

Lihatlah di Sampang pengungsi Syiah

"Lihatlah 250 perda dari Aceh hingga Papua

Lihatlah kesewenangan kepala daerah

Mereka mendiskriminasi warga negara

Mona diam merenung

Dilihatnya wajah Umar yang murung

Dulu Umar begitu berkobar

Kini ia layu seperti telur dadar

Mona tak ingin seperti Umar

Hatinya harus terus berkoar

Mimpi tak boleh henti

Sejarah baginya seindah pelangi

Dulu begitu banyak diskriminasi

Tumbuh di semua negeri

Kini bertukar sudah dengan prinsip hak asasi

Spirit Sumpah Pemuda ditumbuhkannya di hati

Ia sangat meyakini

Dengan perjuangan anak negeri

Akan datang sebuah negeri

Indonesia Tanpa Diskriminasi

(Denny JA, 28 Okt 2015)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement