REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan Pemprov Jawa Timur akan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015 tentang Pengupahan dalam merumuskan besaran upah minimum buruh 2016. Menurut Soekarwo, sebagai kepala daerah, dia wajib mematuhi ketentuan pemerintah, meskipun itu ditentang pihak pekerja maupun pengusaha.
“Kalau Gubernur jelas, disumpah untuk tunduk terhadap undang-undang. Kalau tidak tunduk ia tidak boleh menjadi gubernur,” ujar Soekarwo kepada wartawan seusai mengikuti upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu (28/10) pagi.
Meski begitu, menurut Soekarwo, aspek musyawarah harus dikedepankan. “Hanya saja, ini harus dimufakatkan, karena ini demokrasi, diperluas ruang publik untuk dialog,” kata dia. Menurut Soekarwo, prinsip dasar dari regulasi pengupahan adalah memberikan kepastian beban produksi bagi para pengusaha. Dengan begitu, kata dia, iklim investasi akan terjaga.
Keputusan pemerintah menerapkan PP Pengupahan dalam menentukan upah buruh tahun ini mendapat tentangan dari kelomok buruh. Mereka beralasan, PP Pengupahan hanya menggunakan perhitungan angka semu, tanpa melihat kondisi daya beli riil buruh.
Rabu (28/10) siang, seratusan massa buruh dari sentra-sentra industri di Surabaya dan sekitarnya melakukan unjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya. Mereka menolak skema pengupahan menggunakan PP Pengupahan.
“Formulasi upah minimum yang hanya ditentukan faktor pertumbuhan eknomi dan inflasi adalah kesalahan fatal, karena menggunakan pendekatan kenaikan upah berbasis angka semu, bukan upah berbasis kemampuan daya beli ril pekerja,” ujar Nurdin Hidayat, Sekjen Federasa Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Surabaya.