Rabu 28 Oct 2015 21:00 WIB

Ponpes Pria Sangat Perlu Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Karta Raharja Ucu
Pendidikan kesehatan reproduksi penting disampaikan bagi kalangan santri
Foto: Arief Priyoko/Antara
Pendidikan kesehatan reproduksi penting disampaikan bagi kalangan santri

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wakil Ketua Bidang Pendidikan Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) Yogyakarta, Muhammad Zaim berpendapat, pondok pesantren pria perlu mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi. Sebab, selama ini masih jarang atau bahkan belum ada pendidikan kesehatan reproduksi (Kespro) di ponpes putra.

“Selama saya enam tahun di salah satu Ponpes Jawa Tengah belum pernah ada pendidikan Kespro padahal sangat penting. Karena di Ponpes laki-laki  sering terjadi sempet-menyempet (hubungan laki-laki dengan laki-laki) dan yang menjadi korban biasanya yunior yang mempunyai tampang lumayan dan pelakunya biasanya senior," kata Zaim kepada wartawan usai acara Diskusi Publik 'Pendidikan Kesehatan Reproduksi Tidak Bisa Ditawar' di Hotel Gowongan Inn Yogyakarta, Rabu (28/10).

Menurut mahasiswa Pasca-Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini, korban sempetan biasanya termarginalkan. Sementara pelakunya bila sudah keluar dari ponpes biasanya belum sembuh karena ada unsur biologis. "Jadi korban kekerasan ini bukan hanya perempuan, melainkan ada juga laki-laki," katanya.

Koordinator Wilayah IHAP (Institut Hak Asasi Perempuan) Febriyanti Putri Katulistiwa mengakui selama ini persoalan yang muncul dari semua remaja adalah karena masih minimnya informasi tentang pendidikan Kespro yang benar yang diperoleh remaja.

Karena itu dalam menyampaikan informasi yang paling efektif adalah melalui pendidikan Kespro. "Karena itu tagline dalam diskusi ini Pendidikan Kesehatan Reproduksi Tak Bisa Ditawar' terutama bagi pemegang kebijakan," ucap dia.

Apalagi, kata dia menambahkan, potesi kekerasan seksual terjadi dimana-mana,  tidak hanya di seklah, rumah, pondok pesnatren, dan pelakunya justru orang dekat si korban karena sering berinteraksi dan tahu kondisi korban. Jadi, kata Putri, panggilan akrab Febriyanti Putri Katulistiwa, pendekatan untuk persoalan remaja ini harus melalui preventif, promotif, rehabilitative, dan kuratif.

Pemberian pendidikan kespro ini  tidak hanya di lingkungan sekolah, ponpes, keluarga melainkan masyarakat juga harus diintervensi melalui individu, akses konseling, klinik, keluarga. Yakni bagaimana mengajak remaja terbuka. Karena komunitas remaja keluar dari rumah bertemu dengan komunitasnya, maka harus punya pemahaman yang benar tentang informasi kespro.

Di samping itu, kata Putri, masyarakat juga harus peduli, karena kasus kekerasan seksual ini masyarakat punya peranan dan negara harus hadir lewat kebijakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement