Rabu 28 Oct 2015 18:49 WIB

Pembakar Lahan Terus Diburu

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Muhammad Subarkah
Api yang membakar hutan Israel belum berhasil dikendalikan
Foto: Reuters
Api yang membakar hutan Israel belum berhasil dikendalikan

REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKARAYA - Pelaku pembakaran hutan dan lahan masih terus diburu. Rabu (28/10), tim penyidik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan olah tempat kejadian perkara kebakaran lahan di perkebunan sawit milik PT BEST dan PT BAF di Kabupaten Pulang Pisang, Kalimantan Tengah. Dalam olah TKP kali ini tim berupaya menambah alat bukti dengan meminta keterangan dari tenaga ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor.

Kepala Sub Direktorat Pemulihan Kerusakan Hutan, Air, Tanah, dan Pesisir KLHK Hendri Gerson mengungkapkan, Best Group yang memiliki 4 anak perusahaan ini, menguasai setidaknya 80 ribu hektar lahan perkebunan sawit. Sebagian lahan di dalamnya telah disegel oleh pihak kepolisan sejak September 2015 lalu karena ada indikasi pembukaan lahan dengan membakar.

Pasalnya, kasus terbakarnya lahan sawit di areal perkebunan sawit ini tidak banya terjadi kali ini. Kejadian kebakaran lahan, sebelumnya pernah terjadi di areal sawit yang menguasi nyaris sebagian kabupaten Pulang Pisang ini. Meski demikian, Hendri mengaku proses penyidikan masih berlangsung dan dalam penanganan tim penyidik dari Direktorat Penegakan Hukum KLHK.

Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Penyidikan Perusahaan Lingkungan, Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Shaifuddin Akbar menambahkan, pihaknya mengarah kepada penyeretan perusahaan yang diselidiki ke tahapan hukum selanjutnya. Akbar menyebutkan, KLHK merujuk pada Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Khususnya dalam delik pidananya, pada pasal 98, 9, dan 108 tentang pembukaan lahan dengan cara membakar.

"Selanjutnya, kalau ketemu dan perbuatan jelas terkena unsur pidana yang ada dalam UU tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup akan kita lanjutkan. Naik kelas dia," ujar Akbar kepada Republika.

Lebih lanjut Akbar menjelaskan, perusahaan yang telah disegel oleh KLHK sebelumnya meliputi 10 perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Katingan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kota Palangkaraya, dan Kabupaten Pulang Pisau.

Berdasarkan penelusuran Republika, 10 perusahaan yang telah disegel meliputi PT CSS di Palangka Raya seluas 400 hektar, PT AUS di Katingan seluas 100 hektar, PT HSL di Katingan seluas 400 hektar, PT NSP di Kotim seluas 1.000 hektar, PT GAP di Kotim seluas 500 hektar, PT SCP di Pulang Pisau seluas 2.000 hektar, PT MKM di Pulang Pisau seluas 1.000 hektar, PT BEST Pulang Pisau seluas 200 hektar, PT KLS di Pulang Pisau seluas 200 hektar, dan PT BAFM Pulang Pisau seluas 200 hektar.

Akbar mengakui, penyegelan terbaru masih diduga memiliki jaringan grup yang sama dengan nama-nama perusahaan yang sebelumnya telah diperiksa.

"Ada arah ke sana. Tapi masih kita teliti," ujarnya.

Dalam Pasal 98 UU Kehutanan tercantum ancamannya pidana minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun penjara dengan denda minimal Rp 3 miliar dan maksimal Rp 10 miliar bagi para perusak hutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement