Selasa 27 Oct 2015 07:45 WIB

Anggito Ungkap Istilah 'Pemanis' dalam Sidang Kasus Haji

 Mantan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Anggito Abimanyu memberikan keterangan kepada Majelis Hakim saat sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/10).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Mantan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Anggito Abimanyu memberikan keterangan kepada Majelis Hakim saat sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/10). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Jenderal Pelaksana Haji dan Umroh Kementerian Agama Anggito Abimanyu mengungkapkan istilah "pemanis" sebesar 50 riyal yang digunakan dalam penyewaan penginapan untuk jemaah haji pada 2013.

"Pada rapat di wisma haji Mekkah pada 14 Februari 2013 yang dipimpin oleh Menteri Agama Suryadharma Ali disebutkan mengenai adanya pemberian pemanis, apa maksudnya pemanis ini?" tanya jaksa penuntut umum KPK Abdul Basir dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (26/10).

Menjawab pertanyaan JPU ini mengatakan "pemanis" muncul karena terjadi krisis penyelenggaraan ibadah haji 2013 terjadi pemotongan kuota jemaah sebanyak 20 persen, sehingga rumah-rumah yang dikontrak (untuk penginapan) harus direnegosiasi ulang.

"Pak Suryadharma yang pimpin sendiri rapat bagaimana menghadapi krisis, karena ada 5-6 kelompok rumah yang tidak mau renegosiasi harga," jawab Anggito yang menjadi saksi untuk terdakwa Suryadharma.

Pada saat itu, menurut Anggito, seharusnya biaya penginapan turun karena ada pemotongan jumlah jamaah haji. "Harusnya biaya turun tapi mereka tidak mau, sehingga kita membicarakan insentif supaya mereka mau turun harganya sesuai jumlah jamaah yang akan menempati pondokan itu," katanya.

Anggito mengungkapkan bahwa pondokan yang ada di Jeddah, Madinah, Mekkah jumlahnya banyak dan mereka tidak mau tahu dengan kebijakan pemotongan kuota haji sebesar 20 persen tersebut, sehingga untuk mengatasi kondisi tersebut, Kementerian Agama memberikan insentif sebesar 50 riyal.

"Pemanis 50 riyal itu maksudnya insentif, kalau tidak mereka tidak akan lepaskan harganya dan kita harus bayar dan kerugian yang sangat besar, dan mereka bahkan tidak mau berikan kunci, jadi insentif itu kebijakan yang kami ambil secara sadar agar jamaah haji bisa menginap pada musim haji 2013," ungkap Anggito.

Suryadharma Ali dalam dakwaan disebutkan menunjuk sejumlah majmuah (konsorsium) penyedian perumahan di Jeddah dan Madinah sesuai dengan keinginannya sendiri menggunakan plafon dengan harga tertinggi sehingga menyebabkan kerugian negara hingga 15,498 juta riyal, sebagai imbalah SDA pun mendapat potongan kain penutup kabah (kiswah) pada 2010.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement