REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ratusan buruh tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) Malang Raya, mendesak Presiden Joko Widodo agar tidak merealisasikan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) soal pengupahan, karena dianggap bakal menyengsarakan buruh.
“Kami menolak, RPP ini merugikan kita,” kata Ketua Komite Pusat SPBI, Luthfi Hafidz di tengah aksi, Senin (26/10).
Ia menegaskan, formulasi upah dalam RPP dihitung berdasarkan upah tahun berjalan dikalikan hasil penjumlahan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Aturan itu, menurut buruh, akan mengurangi penghasilan. Jika berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, maka penetapan upah minimum kota (UMK) ditetapkan Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dewan pengupahan provinsi dan/atau bupati/wali kota.
“Kalau dihitung ya berkurang pendapatannya,” katanya.
Ia mencontohkan, kebutuhan hidup layak tahun 2016 di Malang sebesar Rp 2.367.234, dengan inflasi 45 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,82 persen, maka jika dihitung maka UMK sebesar Rp 2.618.000. Jika dihitung berdasarkan RPP pengupahan, maka UMK menjadi sebesar Rp 2.097.391 dan di Kabupaten Malang hanya Rp 2.186.256.
“Sudah nyata jika RPP pengupahan akal bulus kaum pemodal dan pemerintah yang keblinger, karena itu kami meminta agar itu dibatalkan,” kata Luthfi.
Sebelumnya, desakan buruh agar Pemprov Jatim menolak RPP tentang Pengupahan, ditolak oleh Gubernur Soekarwo. Ia menyatakan menolak menandatangani surat penolakan RPP tentang Pengupahan. Menurut Pakde Karwo, jika RPP Pengupahan sudah diputus dan ditetapkan oleh pemerintah pusat, maka Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah harus menjalankan undang-undang dan peraturan tersebut.
"Saya menyalahi kalau tak melaksanakan aturan dan undang-undang tersebut," tegasnya.
Ia mengatakan, RPP Pengupahan termasuk paket kebijakan ekonomi keempat yang dikeluarkan pemerintahan Jokowi-JK untuk mempercepat penyerapan anggaran dan pertumbuhan ekonomi yang tengah lesu. Sehingga kalau RPP Pengupahan telah disetujui dan digedok oleh pemerintah pusat, maka Jatim, kata Gubernur dua periode ini akan mengikuti dna memberlakukan Upah Minimum Provinsi (UMP).
"Dengan begitu, tak perlu lagi UMK (upah minimum kabupaten/kota)," katanya.