Rabu 21 Oct 2015 08:00 WIB

Sosiolog: Pemerintahan Jokowi-JK Harus Benahi Lingkungan

Presiden Joko Widodo (kiri) dan Wapres Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (15/10).
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Presiden Joko Widodo (kiri) dan Wapres Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (15/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Universitas Indonesia Thamrin Tomagola menilai, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla perlu membenahi masalah lingkungan jika tidak ingin kehilangan sumber daya alam Indonesia di masa mendatang.

Thamrin dalam 'Rembug Nasional Satu Tahun Pemerintahan Jokowi-JK' di Jakarta, Selasa (20/10), mengatakan hal itu terkait pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang menyebut Indonesia terus kehilangan peluang emas sumber daya alam akibat kurangnya pemahaman akan sustainability (keberlanjutan).

"Soal golden opportunity yang disebut Pak Rizal Ramli, penting bagi pemerintah Jokowi-JK untuk perhatikan ini. Kalau tidak memperbaiki dan membenahi lingkungan, akan ada masalah besar," katanya.

Thamrin mengatakan sekitar 80 persen badan air di Indonesia sudah mengalami penyusutan. "Danau Toba yang disebut Pak Rizal Ramli sebagai tujuan pariwisata itu saja airnya susut," katanya.

Menurut dia, konflik lingkungan atau lahan perlu diperhatikan dengan baik. Pasalnya, konflik seperti itu bisa menghadirkan potensi bahaya yang besar. Sebelumnya, Menko Kemaritiman Rizal Ramli berulang kali menuturkan Indonesia mendapatkan anugerah dari Tuhan berupa kesempatan emas memiliki sumber daya alam berupa hutan, minyak bumi, mineral dan batubara serta gas alam.

Sayangnya, karena tidak memikirkan strategi di sektor hilir dan kesadaran akan keberlanjutannya, Indonesia terus kehilangan kesempatan emas itu. "Bangsa kita ini sangat disayangi Tuhan. Awal Orde Baru kita dapat hutan bagus, tapi rakyat tidak dapat apa-apa. Kita juga tidak pikirkan strategi downstream. Akhirnya, golden opportunity (peluang emas) kita ini jadi missed opportunity (peluang yang hilang)," katanya.

Peluang emas kedua, lanjut Rizal, yaitu berupa minyak bumi. Namun, sama halnya dengan hutan, pemerintah yang dinilai tidak memikirkan keberlanjutan sumber energi itu kini kembali kehilangan potensi tersebut. "Sejak 10 tahun lalu Indonesia ingin bangun kilang, kenapa enggak jadi-jadi? Karena pengaruh mafia migas sangat besar dengan cara mereka melobi pemerintah mau bangun, enggak ada yang kejadian," katanya.

Menurut dia, jika Indonesia membangun industri hilir migas berupa kilang minyak, pemerintah bisa menghemat impor bahan bakar minyak hingga 50 persen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement