REPUBLIKA.CO.ID,CIMAHI -- Pemerintah Kota Cimahi memberikan tanggapan terkait rencana pemerintah mengubah skema pengupahan buruh. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang upah minimum, jika disahkan menjadi PP, maka hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang kelima di Cimahi tidak berlaku.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Transmigrasi dan Sosial (Disnakertransos) Kota Cimahi Hendra W. Soemantri menuturkan, hasil survei KHL yang kelima di Kota Cimahi pada tahun ini sebesar Rp 1.932.092.
Angka KHL itu terbilang turun ketimbang survei keempat yang nilainya berjumlah Rp 1.952.730. "Jadi memang turun sedikit, karena harga pada beberapa komoditi seperti sayuran dan daging itu turun," kata dia, Selasa (20/10).
Kendati begitu, hasil survei KHL kelima ini tidak akan digunakan jika RPP mengenai pengupahan ditetapkan menjadi PP. Sebab, di RPP tersebut, terdapat mekanisme bahwa penetapan UMK tidak ditetapkan berdasarkan survei KHL.
"Kalau RPP ini ditetapin jadi PP sebelum penetapan besaran UMK untuk tahun depan, ya penentuan UMK-nya berdasarkan pada aturan yang baru itu," ujar dia.
Jika yang terjadi sebaliknya, yakni RPP mengenai pengupahan belum ditetapkan menjadi PP, maka hasil survei KHL kelima di Kota Cimahi itu akan digunakan sebagai acuan untuk penetapan UMK di tahun depan.
Namun, tentunya itu harus melewati pembahasan di dewan pengupahan terlebih dulu. Dewan pengupahan ini sendiri terdiri dari pemerintah kota, pengusaha, dan perwakilan buruh.
Dalam RPP mengenai pengupahan, acuan untuk penetapan UMK di tahun berikutnya didasarkan pada besaran inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Artinya, ada mekanisme penghitungan tersendiri untuk menetapkan UMK di tahun selanjutnya," tutur dia.