REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Memadamkan api yang berkobar di lahan gambut bukan perkara mudah, tak hanya dibutuhkan keberanian tapi juga kecerdasan dalam membaca arah angin.
Di tengah cuaca ekstrem yang saat ini terjadi, api bisa meliuk-liuk menari bak manusia dengan ketinggian mencapai 60 meter. Api juga bisa meloncat semaunya mengikuti arah angin yang berhembus kencang dengan kecepatan rata-rata 35 kilometer per jam.
Komandan Balatyon Armed 10/Kostrad Letkol Arm Toar Pioh yang dijumpai di Posko Satgas Kebakaran Hutan dan Lahan (TNI, BNPB, dan PT Bumi Andalas Permai) di Air Sugihan, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, belum lama ini, mengatakanm kondisi alam seperti itu yang saat ini dihadapi anggotanya dan regu pemadam kebakaran perusahaan.
"Saya sendiri takjub melihat kejadian ini, kepala api bisa setinggi 60 meter, terlihat jelas karena malam hari. Saya dan tim pun tidak berani mendekati, jadi pemantauan dilakukan dari jarak sekitar 1 kilometer," kata Toar sembari menunjukkan rekaman video yang diambil pada 12 Oktober di kawasan distrik Air Sugihan.
Dia mengatakan, pemadaman kebakaran pada tahun ini menghadapi tantangan luar biasa karena dihadapkan pada cuaca ekstrem yang ditandai dengan angin kencang dan udara yang sangat kering.
Padahal, dari sisi sarana dan prasarana, beserta personel, menurutnya, relatif terpenuhi yakni hampir seribu orang lebih personel TNI sudah diturunkan di Sumatra Selatan, beserta dukungkan beberapa unit pesawat water bombing, helikopter dan pesawat tanpa awak (drone) untuk menantau titik api.
"Jika api sudah setinggi 60 meter, siapa yang bisa menahan. Mau seribu orang pun yang dijajarkan untuk memadamkan api, tidak akan efektif, yang ada malah rebutan masuk kanal untuk menyelamatkan diri," ujar Toar yang sudah berada di lokasi Air Sugihan kurang lebih satu bulan bersama 167 orang personel TNI.
Dia menceritakan, beberapa hari lalu, anggota regu pemadam kebakaran malah berhadapan langsung dengan kondisi cuaca ekstrem tersebut. Sebanyak empat anggota regu pemadam kebakaran perusahaan dengan peralatan lengkap menyemprotkan air ke kepala api dari jarak 60 meter, kemudian secara tiba-tiba muncul angin puting beliung sehingga api dapat berpindah ke atas dahan akasia yang siap panen dengan cepat.
Situasi pun berubah dalam sekejap, sehingga anggota regu pemadam yang terkurung api menyelamatkan diri dengan masuk ke dalam kanal air.
"Kejadian ini pada malam hari menjelang shubuh, tiba-tiba api berbalik arah dan mengurung regu pemadam kebakaran. Beruntung mereka dekat dengan kanal, jadi masuk ke dalamnya dan bersembunyi sampai dua jam untuk menunggu dievakuasi," katanya.
Bahkan, dia melanjutkan, mobil yang akan digunakan mengevakuasi anggota regu pemadam juga sempat terangkat dan hampir masuk kanal akibat derasnya tiupan angin dan udara yang sangat panas sekali saat itu. "Jika sudah begini, maka keselamatan yang di kedepankan."
Begitu pula, pada kejadian lain, yakni saat 50 orang petugas pemadam yang terdiri dari unsur TNI dan regu pemadam kebakaran perusahaan terpaksa dievakuasi karena terkurung api di Simpang Heran, Air Sugihan.
Puluhan orang ini terkurung api karena arah angin tiba-tiba berbalik. "Ini lebih menegangkan lagi, karena heli tidak masuk ke area itu karena tebalnya asap. Sehingga mau tidak mau, 50 orang anggota pemadam harus berlari dalam udara yang penuh asap dan sangat panas sekali," kata dia.
Toar sudah berada di OKI sejak awal September membawa 350 personel yang kemudian disebar di beberapa titik yakni di OKI, Ogan Ilir, dan Musi Banyuasin. Sejak berada di lokasi tersebut, titik api di distrik Air Sugihan sudah berhasil dijinakkan dan saat ini sedang proses penyemprotan sisa kebakaran untuk mengurangi dampak asapnya.