Senin 19 Oct 2015 15:54 WIB

Pelibatan Asing dalam Bencana Asap Jangan Buat Citra Indonesia Negatif

Rep: muhammad subarkah/ Red: Muhammad Subarkah
Presiden Jokowi berbincang dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat meninjau lokasi kebakaran hutan di OKI, Sumsel.
Foto: Setkab
Presiden Jokowi berbincang dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat meninjau lokasi kebakaran hutan di OKI, Sumsel.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI, Syaefullah Tamliha, mengatakan pelibatan dunia internasional dalam mengatasi kebakaran hutan dan bencana asap dinilai tepat. Namun keterlibatan dunia internasional tidak boleh berakibat  pada penekanan kepada bangsa Indonesia.  

“Kita tidak bisa menutup diri, namun demikian tidak boleh ada tekanan internasional yang dapat membuat citra Indonesia negatif. Dunia juga mesti memahami bahwa Indonesia ini sumber H20 yang besar, yang bisa menghasilkan pencegahan terhadap perubahan iklim luar biasa yg sedang terjadi,” kata Tamliha di Jakarta, kemarin.

Anggota Fraksi Persatuan Pembangunan yang menyelesaikan program S-2 di bidang lingkungan dan melakukan penelitian tentang "Kearifan lokal terhadap kebakaran lahan dan hutan" itu mendesak mengingatkan pemerintah agar melakukan evaluasi terhadap apa yang sudah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan terutama berkait dengan perlindungan terhadap masyarakat adat,'' ujarnya.

“Kebakaran hutan terjadi karena hilangnya kearifan lokal. Kebakaran di lahan gambut selama ini teratasi karena masyarakat adat mengedepankan kearifan lokal dan hanya membakar dengan teknik tertentu dan dilakukan menjelang hujan,” jelas Tamliha.

Pemerintah, menurut Tamliha, tidak bisa hanya menyalahkan perusahaan sawit yang membuka lahan. Ia menilai, perusahaan-perusahaan sawit itu hanya terkana ekses dari munculnya kebakaran.

Menurut Tamliha, jika memang terbukti melanggar pemerintah bisa saja memberikan sanksi berupa denda kepada perusahaan sawit . Namun, yang paling penting justru bagaimana pemerintah memberikan perlindungan kepada masyarakat adat agar mereka bisa bertahan hidup tanpa harus menimbulkan kebakaran atau bencana lebih luas.

"Kita tidak bisa melarang masyarakat ada membuka lahan dengan membakar hutan, mereka warga Indonesia yang berhak hidup seperti warga Indonesia yang lain. Sementara ini raskin sebagai bantuan untuk bertahan hidup sebagai contoh hanya sampai di ibukota kabupaten. Jadi harus ada undang undang tentang masyarakat adat yang melindungi mereka. Solusinya adalah pengayoman terhadap masyarakat adat," tegas Tamliha.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement