REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat dunia, termasuk Indonesia lebih mengenal Jalur Sutra untuk menjelaskan jalur perdagangan utama dunia yang menghubungkan beberapa negara Timur dengan Barat. Padahal para sejarawan lebih senang menyebutnya Jalur Rempah.
"Hal itu karena pentingnya peran rempah-rempah. Sebagai bangsa yang pernah berjaya sebagai produsen rempah-rempah utama dunia, seharusnya kita melakukan pelurusan sejarah agar masyarakat mendapatkan penjelasan sejarah yang tepat dan berimbang," jelas Sejarawan JJ Rizal, dalam acara pameran di Museum Nasional, Jakarta, Ahad (18/10).
Ia menambahkan, pelajaran sejarah tentang rempah tak harus selalu dimulai dari penjelajahan orang Eropa di abad 16, tapi jauh sebelum itu. Rempah-rempah sebenarnya sudah digunakan bangsa Mesir kuno.
Dalam berbagai ekskavasi, para arkeolog selalu menemukan kayu manis, merica dan cengkeh sebagai bahan utama mengawetkan para raja Mesir, termasuk Raja Tutankhamun serta Ramses II. Rizal menjelaskan, seorang sastrawan bahasa sanskerta menulis kumpulan puisi berjudul Raghuvamsa di tahun 400 sesudah masehi.
"Di dalam buku itu, Kalisasa menyebutkan Dvipantara sebagai kumpulan pulau penghasil cengkeh. Para sejarawan percaya Dvipantara adalah Nusantara yang sekarang bernama Indonesia," kata Rizal.