Sabtu 17 Oct 2015 12:58 WIB

Jokowi Dipandang Masih Semi Otonom dalam Memerintah

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Indira Rezkisari
Presiden Joko Widodo berjalan sambil membawa sepasang sepatunya usai mencetak tapak tangan dan kakinya di Teras Belakang Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (13/10).
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Presiden Joko Widodo berjalan sambil membawa sepasang sepatunya usai mencetak tapak tangan dan kakinya di Teras Belakang Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Divisi Monitoring dan Peradilan Indonesia Corruption Watch atau ICW Emerson Yuntho menilai, satu tahun masa kepemimpinan Kabinet Kerja, Presiden Jokowi masih belum bisa secara otonom melaksanakan tugas-tugasnya.

Bahkan, pria yang akrab disapa Econ itu mengkhawatirkan, jangan-jangan Jokowi lupa akan program Nawacita yang dijadikan jargon kepemimpinannya saat ini. Ia mengungkapkan, banyak hal yang dilanggar Jokowi dari Nawacita, contohnya seperti saat pemilihan Kapolri dan Jaksa Agung, lalu regulasi yang dibuat pemerintah seperti rencana revisi UU KPK.

Dalam konteks penyelamatan KPK, kata Econ, Jokowi setengah hati, dengan tidak menghentikan upaya kriminalisasi. Sebab, ketika proses revisi hanya sekedar ditunda, hal itu bisa menjadi bom waktu, sehingga seharusnya dihentikan pembahasan revisi UU KPK.

''Pencalonan Budi Gunawan dan Jaksa agung, HM Prasetyo, proses pemilihan tidak bisa melepas bayang-bayang politik tertentu,'' kata Econ dalam sebuah diskusi di Bilangan Menteng, Jakarta, Sabtu (17/10).

Menurut Econ, kepemimpinan Jokowi saat ini masih semi otonom. Memilih menteri saja harus menghadap ketua Umum PDIP. Posisi jokowi yang semi otonom ini, membuat presiden sulit bergerak.

''Kita berharap jokowi lepas dari bayang ketua umum partai. Kalau masih dalam bayang-bayang partai, harus ada evaluasi secara menyeluruh,'' ujar dia.

Econ juga menyatakan, ICW belum puas terhadap pemberantasan korupsi jokowi. Menurutnya, hanya di jaman Jokowi, ada dua pimpinan KPK diproses hukum karena masalah administrasi dan satu pimpinan Komisi Yudicial, belum lagi remisi koruptor masih diberikan.

Bukan hanya itu, Inpres percepatan pemberantasan korupsi Jokowi memakan waktu 7 bulan setelah pelantikannya. Padahal, sewaktu presiden SBY, Inpres sudah keluar hanya dalam waktu dua bulan.

''Yang kita lihat, jangan-jangan pelan-pelan yang penting korupsi diberantas. Artinya speed-nya tidak kenceng,'' ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement