Sabtu 17 Oct 2015 07:30 WIB

Akademisi Bangun Sistem Identifikasi Titik Api

Rep: Sonia Fitri/ Red: Indah Wulandari
Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono (tengah) berbincang dengan Ketua Umum DPP Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (PERSAKI) Poedji Churniawan (kanan) dan Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwad
Foto: ANTARA FOTO/Saptono
Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono (tengah) berbincang dengan Ketua Umum DPP Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (PERSAKI) Poedji Churniawan (kanan) dan Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwad

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pendeteksian secara dini titik api menjadi  langkah awal yang penting dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Pemanfaatan teknologi citra satelit resolusi tinggi periode harian akan sangat membantu proses tersebut.

Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono menyatakan, pihaknya tengah menyusun pedoman sistem deteksi dini titik api. Sistem tersebut akan diintegrasikan dengan sistem identifikasi yang juga dilakukan oleh dunia usaha bidang kehutanan.

"Semua harus dilakukan bersama-sama, termasuk dalam mengidentifikasi titik api, datanya jangan dipegang sendiri-sendiri," kata dia dalam acara Dialog Nasional Kebakaran Hutan dan Lahan pada Jumat (16/10).

Dalam dialog juga diluncurkan Program Identifikasi Dini Titik Api (INITIA) oleh Persatuan Sarjana Kehutanan (Persaki). Bambang mewakili pemerintah pun meyambut baik pengembangan  Program INITIA yang dinilai akan bermanfaat untuk memperkuat sistem data base pemerintah.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Irsyal Yasman menyatakan program  INITIA sangat strategis untuk mendorong sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan secara profesional. ”Kami berharap sistem ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mengidentifkasi fakta penyebab kebakaran hutan, sehingga posisi pelaku usaha tidak terus disudutkan,” katanya.

Kolaborasi semua pihak, lanjut dia, sangat diperlukan untuk memecahkan akar persoalan kebakaran hutan dan lahan hingga bisa mencegahnya kembali terulang. Perlunya kolaborasi multi pihak disebabkan kebakaran terjadi tidak hanya di kawasan Hutan Produksi saja, tetapi juga di kawasan Hutan Lindung, Hutan Konservasi dan Areal Penggunaan Lain.

APHI juga mendukung sepenuhnya langkah Pemerintah untuk mendorong penegakan hukum secara transparan kepada para pelaku pembakar hutan. Mereka dalam banyak hal melakukan kegiatan secara ilegal di kawasan hutan dan non kawasan hutan.

Meski begitu, ia berharap agar dalam penegakkannya, tetap dijunjung asas praduga tak bersalah atas tuduhan kepada Pemegang HTI yang saat ini menjadi sasaran penyelidikan. Berkembangnya opini publik yang terus menyudutkan pelaku usaha menjadi pintu masuk untuk memperlemah daya saing produk unggulan Indonesia.

"Itu bisa dilihat misalnya dari kasus boikot  produk tisu oleh Singapura," katanya.

Irsyal memastikan, seluruh anggota APHI memiliki komitmen untuk pengolahan lahan tanpa bakar. Kebakaran yang terjadi di areal konsesi bisa membuat pemegang izin rugi berlipat.

Pada kesempatan yang sama,  Ketua Himpunan Gambut Indonesia (HGI) Supiandi Sabiham menekankan tentang perlunya perbaikan tata kelola di lahan gambut. Dia mengingatkan, pemanfaatan lahan gambut mesti diiringi dengan penggunaan teknologi tata air yang tepat.

"Penggunaan teknologi tata air bisa menjaga kelembaban gambut, mencegahnya terbakar," katanya.

Menurut Supinandi, instruksi Presiden Joko Widodo untuk membuka kanal bersekat sebenarnya adalah salah satu bentuk penerapan teknologi tata air. Beberapa hal harus diperhatikan termasuk  kontur lahan, letak kubah gambut, dan arah kanal di buat. Kanal juga harus terus dipantau untuk mengatur ketinggian muka airnya.

"Jika tidak disiplin penerapan syarat tersebut, gambut akan semakin kering dan mudah terbakar," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement