REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di lima provinsi yakni Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah hingga sekarang belum bisa dipadamkan secara tuntas.
Wilmar Group, holding yang memiliki anak usaha bergerak di industri penghasil minyak mentah alias Crude Palm Oil (CPO) menyesalkan jika ada pihak-pihak yang berusaha mencari keuntungan di tengah musibah itu.
Sikap tersebut terkait dengan temuan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang menuding Wilmar Group bersama perusahaan kelapa sawit lainnya menjadi biang terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
"Kami tidak tahu dari mana data yang diperoleh Walhi mengenai 27 perusahaan perkebunan Wilmar yang dinyatakan paling banyak berkontribusi terhadap kebakaran lahan," ujar Johannes, Corporate Secretary Wilmar Group, Jumat (16/10).
Pernyataan Johannes itu untuk mengklarifikasi temuan Walhi yang menyebutkan ada jejak-jejak api korporasi usaha besar di sejumlah wilayah dengan dampak terparah yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Dalam temuan itu, Walhi menyebut sebanyak 27 perusahaan Wilmar Group berkontribusi besar atas terjadinya kebakaran hebat di empat provinsi antara lain Jambi, Sumsel, Riau, dan Kalteng. Sebagian besar titik api yang ditemukan berada dalam konsesi perusahaan (anak perusahaan dan penyuplainya), terutama hutan tanaman industri (HTI) sebanyak 5.669 titik api dan perkebunan kelapa sawit sebanyak 9.168 titik api.
Menurut Komisaris Wilmar Group, MP Tumanggor, data tersebut tidak benar dan terkesan asal comot. Seharusnya, Walhi tak gegabah dan semua data harus diverifikasi. "Jangan hanya katanya, lantas menyebut Wilmar, ini membahayakan."
Wilmar Group, kata Tumanggor, merupakan perusahaan yang berkomitmen tinggi terhadap kelestarian sawit yang berkelanjutan. Ini dibuktikan dengan keikutsertaan kita menandatangani semua syarat sawit lestari, seperti RSPO dan ISPO sehingga Wilmar termasuk lima perusahaan pemrakarsa sawit lestari.