Jumat 16 Oct 2015 16:56 WIB

3.000 Hektare Hutan Lindung Enrekang Jadi Lahan Pertanian

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Lahan Pertanian
Foto: VOA
Lahan Pertanian

REPUBLIKA.CO.ID, ENREKANG -- Ribuan hektare hutang lindung di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan beralih fungsi menjadi lahan pertanian. Padahal, hutan lindung tersebut menjaga ketersediaan air.

Sebagai sumber resapan air, Kabupaten Enrekang mempunyai kawasan hutan cukup luas. Hasilnya Kabupaten Enrekang yang berada di bawah Gunung Latimojong mampu menjadi hulu sungai yang alirannya digunakan untuk mengairi sektor pertanian di antaranya Kabupaten Sidrap, Pinrang, Soppeng, dan Bone. Sayang kebutuhan lahan untuk bercocok tanam, perlahan membuat kawasan hutan mulai terjamah tangan manusia, termasuk kawasan hutan lindung. 

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) Syamsudin menjelaskan, dari total 40  persen atau 72.264, 64 hektare hutan lindung, masyarakat telah melakukan pembongkaran hutan Lindung. Sekitar 3.000 hektare hutan lindung telah beralih fungsi.

"Banyak yang menjadikan lahan tersebut sebagai tempat bertani dan berkebun. Mulai dari tanaman holtikultura hingga tanaman kopi dan cengkeh," ujar Syamsudin, di Enrekang, Jumat (16/10).

Syamsudin menjelaskan, perambahan ini bukan tanpa pencegahan. Dinas kehutanan sebagai pihak yang wajib menjaga daerah tersebut kerap melakukan penangkapan kepada masyarakat yang mengolah pertanian dan perkebunan di hutan lindung. Namun cara tersebut tidak berdampak signifikan, karena masyarakat yang bertani di hutan lindung sangat banyak dan bergerilya, sedangkan petugas untuk mengamankan hutan lindung tidak banyak.

‎Menurutnya, pemerintah kabupaten (Pemkab) Enrekang sebenarnya cukup kebingungan dengan peralihan lahan ini. Pasalnya, di satu sisi pencaplokan hutan lindung menjadi tempat bercocok tanam memang menyalahi aturan yang telah ditetapkan, bahkan oleh pemerintah provinsi. Namun di sisi lain, masyarakat Enrekang membutuhkan lahan yang pas dijadikan kawasan pertanian dan perkebunan. Dengan kawasan Enrekang yang curam dan bertebing, 60 persen lahan yang disediakan untuk bermukin dan bercocok tanam dianggap tidak mencukupi kebutuhan masyarakat.

Selain itu, Pemkab Enrekang sebenarnya telah mengajukan perubahan ‎peraturan mengenai lahan hutan lindung dan hutan yang bisa diolah untuk produksi. Namun hingga saat ini permintaan tersebut belum juga mendapatkan respon positif.

"Kita sudah memetakan dalam 20 tahun ke depan dengan penambahan jumlah pendudukan dan kebutuhan lain, lahan 60 persen yang ada sekarang tidak akan mencukupi," ungkap Syamsuddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement