REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog asal Universitas Gadjah Mada, Sunyoto Usman, menilai Kementerian Pertahanan (Kemenhan) harus bisa menjelaskan tujuan akhir yang diharapkan dari adanya program pembentukan 100 juta kader Bela Negara. Upaya memupuk rasa cinta tanah air atau nasionalisme, ujar Sunyoto, jauh lebih kompleks ketimbang hanya mengandalkan satu program saja.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, mengungkapkan, pihaknya berencana mendidik 100 juta kader Bela Negara. Pembentukan kader Bela Negara ini diharapkan bisa menumbuhkan rasa cinta Tanah Air masyarakat guna menghadapi berbagai bentuk ancaman yang dihadapi Indonesia.
Namun, Sunyoto menilai, Kemenhan harus bisa menentukan secara spesifik output yang diharapkan dari program Bela Negara ini. ''Output yang diharapkan (program pembentukan kader Bela Negara) itu apa?, kalau harapannya itu terlalu tinggi, nanti bisa kecewa,''ujar Sunyoto, Kamis (15/10).
Lebih lanjut, Sunyoto menjelaskan, dalam upaya menumbuhkan nasionalisme di tengah masyarakat saat ini masih banyak tantangan yang harus dijawab. Tantangan-tantangan tersebut antara lain Indonesia sudah berada dalam era globalisasi dan transnasional. Selain itu, ada pula ideologi-ideologi luar yang masuk ke Indonesia. Pun dengan kerentanan di masalah pertahanan siber.
''Jadi masalahnya sangat kompleks. Jadi jangan dilihat program itu dari masalah kelembagaannya, pendanaannya, dan kurikulumnya, tapi lebih kompleks dari itu. Seberapa besar kemudian kebijakan-kebijakan lain bisa melembagakan nasionalisme,'' kata mantan Dekan FISIPOL UGM tersebut.
Selain itu, Sunyoto menilai, rasanya cukup berat untuk bisa menumbuhkan nasionalisme yang kuat lewat satu program saja. Perlu ada kebijakan-kebijakan lain dari pemerintah. ''Saya mengira, untuk program itu bisa menumbuhkan rasa nasionalisme sepertinya sangat berat, butuh kebijakan lain,'' tutur Sunyoto.
Dalam menumbuhkan rasa nasionalisme, Sunyoto mengungkapkan, ada sejumlah program yang bisa mengunggah rasa nasionalisme. Sunyoto memberi contoh, kewajiban mahasiswa tinggal di rumah tangga miskin dalam jangka waktu tertentu justru bisa memupuk rasa nasionalisme. ''Itu kan dia mengalami betul apa yang dihadapi dan dirasakan oleh bangsanya. Nanti dia bisa membantu. Itu kan menjadi benih-benih mencintai bangsanya dan program itu lebih nyata,'' ujar Sunyoto.