Kamis 15 Oct 2015 19:19 WIB
Salim Kancil

Laskar Hijau Desak Izin Perusahaan Tambang Dicabut

Rep: Lintar Satria/ Red: Indah Wulandari
Aksi solidaritas untuk Salim Kancil.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Aksi solidaritas untuk Salim Kancil.

REPUBLIKA.CO.ID,LUMAJANG -- Tim Advokasi Tolak Tambang Pasir Lumajang A'ak Abdullah al-Kudus dari Laskar Hijau menilai, penambangan seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) agar lebih mudah dikontrol. Sedangkan izin perusahaan tambang harus segera dicabut.

"Permasalahannya ada 60-an perusahaan yang telah memiliki izin tambang, kami berharap untuk segera dicabut," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (15/10) .

A'ak mengatakan, penambangan pasir memang dibutuhkan masyarakat, terutama di daerah aliran sungai lahar Semeru. Akan tetapi, pengelolaannya perlu diatur supaya terkendali dan tidak merusak lingkungan.

Pemerintah harus memberdayakan masyarakat dengan memberikan nilai tambah pada pasir yang mereka tambang. Misalnya, membangun industri pengolahan berbahan baku pasir, seperti sentra batako, paving, pot, kusen cor, dan produk lain.

A'ak juga mengatakan, kasus penganiayaan hingga tewasnya Salim harus terus dikawal. A'ak mengatakan, para saksi dan korban tetap harus dilindungi. Saat ini Laskar Hijau berkerjasama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk terus mendampingi para saksi.

"Kami terus mendampingi saksi bila dimintai keterangan oleh polisi," kata A'ak.

Saat ini Tosan sudah kembali ke rumahnya di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur. Ia dipulangkan pada, Selasa (13/10) malam. A'ak mengatakan saat ini Tosan sedang beristirahat untuk memulihkan diri.

"Kira-kira sampai tiga bulan ke depan beliau belum dapat beraktivitas kembali," kata A'ak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement