Rabu 14 Oct 2015 18:43 WIB

Akhirnya, Pasal Kretek Dihapus di RUU Kebudayaan

Rep: Agus Raharjo/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja memproduksi rokok kretek.
Foto: Antara/Arief Priyono
Pekerja memproduksi rokok kretek.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi X DPR RI akhirnya memutuskan untuk menghapus pasal tentang kretek tradisional sebagai salah satu warisan budaya nasional. Keputusan itu dilakukan setelah komisi X menggelar rapat internal sebelum mengajukan Rancangan Undang-Undang Kebudayaan ke sidang paripurna DPR RI.

Ketua komisi X Teuku Riefky Harsya mengatakan, dalam rapat internal komisi X, seluruh fraksi memiliki waktu selama 2 pekan untuk berkonsultasi terkait keberadaan pasal yang dinilai meresahkan masyarakat ini. Akhirnya, dalam rapat internal yang dihadiri seluruh fraksi,  menyepakati pasal kretek dihapus dari RUU tentang Kebudayaan.

“Dengan demikian, RUU yang akan diajukan sebagai inisiatif DPR ini tidak akan lagi mencantumkan istilah ‘kretek tradisional’,” kata Riefky Harsya dalam keterangan pers yang diterima Republika, Rabu (14/10).

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat ini menambahkan, komisi X perlu memertimbangkan masuknya pasal soal kretek ini dalam RUU Kebudayaan. Sebab,sejak pasal ini masuk dalam draf RUU yang diharmonisasi Badan Legislasi (Baleg), pasal ini menimbulkan polemik di masyarakat. Padahal, dalam draf awal dari komisi X, pasal ini tidak ada dalam draf.

Kalau pasal kretek tradisional ini masuk dalam draf dan disahkan menjadi UU, maka akan menimbulkan konsekuensi terhadap keberadaan kretek di Indonesia. Yaitu, kretek akan dilindungi, difasilitasi pengembangannya, dipromosikan, bahkan difestivalkan.

Krerek sendiri sebenarnya tidak lolos dalam RUU Pertembakauan yang juga sedang dibahas di DPR RI. “Bila dalam proses pembentukan RUU terdapat pasal yang menimbulkan resistensi publik yang berpotensi menimbulkan permasalahan baru, maka sebagai wakil rakyat sewajarnya kami mempertimbangkan kembali pencantuman pasal tersebut,” imbuh Riefky.

Jadi, dalam setiap pengusulan RUU, ada waktu untuk memberi ruang perbaikan dalam materi RUU. Hal inilah yang diambil komisi X setelah munculnya pasal kretek di Baleg DPR RI. Dasar hukumnya, tegas dia, diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2014 tetang MD3 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 42 tehun 2014, Peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2014 tentang tata tertib, dan Peraturan DPR RI Nomor 3 tahun 2012 tentang tata cara penarikan RUU.

Sebelumnya, pasal kretek ini juga menimbulkan perdebatan saat pembahasan di internal komisi X DPR RI. Sebab, draf RUU Kebudayaan dari komisi X tidak mencantumkan pasal ini.

Ketua panitia kerja RUU Kebudayaan yang melaporkan hasil harmonisasi sempat diprotes anggota komisi X. Namun, dalam rapat yang digelar dua pekan lalu itu, tidak menghasilkan keputusan apapun karena ditunda pembahasannya. Pimpinan komisi X menawarkan pada seluruh fraksi untuk berkonsultasi dengan fraksinya masing-masing terkait masuknya pasal kretek ini.

“Mayoritas fraksi keberatan dengan pasal rokok kretek, kecuali Golkar yang ngotot masalah rokok kretek untuk masuk,” kata anggota komisi X dari Hanura, Dadang Rusdiana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement