Rabu 14 Oct 2015 12:42 WIB

Muhammadiyah Desak Pemerintah Tindak Tegas Perusahaan Pembakar Hutan

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Muhammad Hafil
kampanye melawan asap ala Epikurian.
Foto: Epikurian
kampanye melawan asap ala Epikurian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menyesalkan buruknya kemampuan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani kebakaran hutan dan kabut asap di Sumatra dan Kalimantan. Bahkan akar masalah kabut asap, yakni pembakaran hutan oleh korporasi besar terkesan kompromis.

"Pemerintah tidak berani menindak tegas koorporasi-koorporasi besar yang rata-rata adalah pelaku pembakaran hutan tersebut," kata Ketua UMUM Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, Rabu (14/10).

Pemuda Muhammadiyah mendesak pemerintah agar menutup dan menghukum koorporasi besar yang lahannya paling banyak terbakar. Menurut Dahnil, ada faktor kesengajaan yang dilakukan oleh korporasi besar untuk membuka lahan dengan cara pembakaran. "Itu dilakukan demi melakukan penghematan dan menghindari biaya besar, namun dengan mengorbankan jutaan masyarakat di Sumatra dan Kalimantan," ucapnya.

Dahnil mengatakan pandangan too Big to fail atas nama menjaga iklim investasi dan kompromi dengan koorporasi besar tersebut adalah pandangan pemerintah yang keliru. Pasalnya hal tersebut justru malah mengorbankan hak-hak hidup jutaan masyarakat di Sumatra dan Kalimantan. Demi investasi dan perusahaan-perusahaan besar, masyarakat yang menderita seolah justru ditempatkan sebagai collateral damage. "Ini berbahaya sekali buat kelangsungan NKRI karena mengabaikan hak-hak hidup masyarakat banyak untuk mendapatkan lingkungan dengan utara yang sehat," kata dia.

Oleh sebab itu Pemuda Muhammadiyah meminta pemerintah menghentikan pandangan keliru tersebut, segera menutup dan menghukum koorporasi besar pembakar hutan. Pemuda Muhammadiyah pyn tidak lupa berterima kasih atas bantuan negara-negara sahabat yang terlibat dalam upaya pemadaman kebakaran di hutan Sumatra dan Kalimantan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement