REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa kasus tindak pidana korupsi di bidang noninfrastruktur paling banyak ditemukan di sektor keuangan daerah.
"Selama semester pertama 2015, paling banyak di sektor keuangan daerah dengan 96 kasus," tutur peneliti Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah saat dihubungi di Jakarta, Selasa (13/10).
Dia menuturkan, jumlah kasus tersebut memiliki nilai kerugian negara mencapai Rp 365 miliar dan nilai suap sebesar Rp 24,6 miliar. Pada posisi selanjutnya, korupsi juga banyak terjadi di sektor pendidikan dengan jumlah kasus mencapai 24, serta memiliki andil dalam kerugian negara sebesar Rp 18,7 miliar dan nilai suap mencapai Rp 50 miliar.
Sedangkan pada urutan ketiga terbanyak korupsi terjadi di sektor sosial-kemasyarakatan dengan jumlah 21 kasus dan mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 21,1 miliar.
Sementara itu, pada bidang infrastruktur diketahui bahwa transportasi menjadi sektor yang paling banyak ditemukan kasus tindak pidana korupsi. "Penelitian kami bagi dalam dua sektor, infrastruktur dan noninfrastruktur. Di sektor pertama, transportasi merupakan yang paling banyak ditemukan korupsi," jelasnya.
Pada sektor transportasi, ujarnya, ditemukan 32 kasus korupsi pada periode semester pertama 2015, dengan nilai kerugian mencapai Rp 113,4 miliar. Masih di bidang infrastruktur, urutan kedua jatuh pada sektor pemerintahan sebanyak 20 kasus dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 33,3 miliar dan nilai suap sebesar Rp 381,5 miliar.
"Pada urutan ketiga ada bidang kesehatan sebanyak 14 kasus dengan nilai kerugian sebesar Rp36,9 miliar," tuturnya memaparkan.
Wana menjelaskan, sebagian besar kasus korupsi yang disidik adalah yang terkait dengan noninfrastruktur sebesar 169 kasus, atau mencapai 55 persen dari total kasus dengan nilai kerugian negara sekitar Rp 411,4 miliar.
Sementara yang terkait dengan infrastruktur sebanyak 139 kasus atau sekitar 45 persen dari total kasus, dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 832,3 miliar.
"Meskipun jumlah kasus tipikor yang termasuk di sektor infrastruktur lebih rendah dari noninfrastruktur, tapi kerugian negara yang ditimbulkan hampir dua kali lipatnya," ungkapnya.