REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) memberikan evaluasi terkait dengan pengelolaan anggaran jelang satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sekretaris Jenderal FITRA, Yenny Sucipto menilai masih banyak persoalan dalam pengelolaan anggaran pemerintah.
“Masih banyak persoalan yang kita potret, ada catatan merah yang sebenarnya harus dilakukan pada 2015, namun tidak dilaksanakan,” kata Yenny di Jakarta, Selasa (13/10).
Yenny mengatakan, nilai merah pertama yang diberikan terkait dengan pengelolaan BUMN. Yenny menilai hal itu akibat suntikan dana Rp 68 triliun kepada BUMN yang secara tiba-tiba. FITRA menilai Kementerian BUMN tidak membangun pengelolaan secara baik tanpa ada regulasi penyertaan modal, perlindungan laba yang ditahan, serta dividen yang disetor.
"Dari sisi anggaran sekadar menggelontorkan modal tanpa ada desain tata kelola di 15 sektor. Ini yang kita cukup khawatirkan, bisa jadi bancakan elite-elite politik," ujar dia.
Warna merah kedua, konsistensi pemerintah dalam mandatory spending, terutama segi kesehatan. Menurut Yenny, dalam APBN 2015, alokasi kesehatan masih sekitar 3,1 persen dari yang seharusnya 5 persen.
Selain itu, FITRA menyoroti kedaulatan pangan yang hanya mendapat anggaran sekitar Rp 1 triliun. Dalam kedaulatan pangan, lanjut Yenny, banyak faktor di mana negara harus memfasilitasinya. "Contoh soal kepemilikan tanah, distribusi peningkatan pada saat sebelum dan sesudah panen. Tidak ada alokasi ke sana,” katanya.
Selanjutnya, Yenny juga menilai pemerintah minim dalam memberikan fasilitas kepada sektor informal. "Sektor ini memberikan kontribusi 60 persen dari total tenaga kerja di Indonesia," ujar Yenny.
Ia juga menyoroti masih minimnya fasilitas atau pembiayaan dalam rangka peningkatan sektor tenaga kerja informal. Sebaliknya, menurut Yenny, pemerintah lebih mengarahkan pada infrastruktur yang bukan pada aspek itu. Yenny mencontohkan program pembangkit listrik 35 ribu megawatt yang dinilai tidak menyasar ke sektor-sektor tersebut.
Yenny berharap catatan FITRA dapat menjadi bahan evaluasi dalam penyusunan anggaran untuk tahun 2016. "Karena sekarang masih pembahasan," ujarnya.
Yenny berharap Presiden Joko Widodo tidak melenceng dari tujuan Nawacita-nya. Sebab, menurut dia, bantuan pinjaman dari Cina kepada tiga bank BUMN beberapa waktu lalu tidak menjawab keinginan mandiri dan berdaulat serta meninggalkan ketergantungan kepada asing.