REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertahanan berencana melaksanakan program bela negara untuk memperkuat pertahanan negara. Anggota Komisi I DPR dari FPKS Sukamta mengatakan, bela negara itu wajib makanya program itu harus didukung.
"Namun, sebelum bicara teknis, seperti kurikulum, sasaran, anggaran, dan sebagainya harus dibicarakan dulu soal landasan hukumnya. Landasan hukum program bela negara belum utuh," katanya, Selasa (13/10).
Rencana program bela negara ini akan berlandaskan UUD 1945 dan UU RI No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Khususnya, pasal 9 yang mengatur tentang kewajiban bela negara bahwa bela negara yang dilakukan oleh sipil dilaksanakan dalam bentuk pendidikan kewarganegaraan, pendidikan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai profesi.
Pada ayat 3 disebutkan bahwa ketiga bentuk bela negara sipil ini diatur dengan undang-undang. Artinya, program bela negara harus diatur dengan undang-undang khusus.
Saat ini, ujar Sukamta, belum ada undang-undang yang khusus mengatur soal bela negara. "Karena UU tentang Pertahanan Negara tersebut megamanatkan perlu adanya undang-undang khusus bela negara maka Peraturan Pemerintah atau Keppres yang dijadikan landasan hukum untuk program bela negara sudah menyalahi amanat UU kecuali jika PP atau Keppres tersebut merupakan peraturan pelaksana dari undang-undang tentang bela negara."
Jadi, sekarang yang perlu dipikirkan adalah mendukung rencana program ini dengan menjadwalkan penyusunan undang-undang khususnya. Mungkin, nanti DPR bersama Kemenhan akan membahasnya lebih lanjut.
"Saya berharap, kita semua mendukung ini, tapi tetap harus sesuai koridor perundang-undangan," katanya.