REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengusulkan agar masyarakat tak perlu menshalatkan jenazah para koruptor. Usulan tersebut, kata dia, sebagai bentuk ekspresi untuk meminimalisir banyaknya koruptor di Tanah Air. Hukumannya ini juga bisa menjadi efek jera.
"Untuk memberikan ekspresi kita tidak setuju maka kita ingin mendorong ekspresi sosial yang ditunjukan kelompok agama, salah satu ekspresi sosial yang sebenarnya sudah banyak kita bahas itu mendorong fatwa jenazah koruptor itu tidak perlu dishalatkan," kata Dahnil di Jakarta, Ahad (11/10).
Dahnil menjelaskan, dorongan dikeluarkannya fatwa tersebut juga telah sesuai dengan landasan hadist.
Ia menceritakan ketika Rasulullah tidak mau menshalatkan sahabatnya yang mati sahid dalam perang.
Penolakan Rasulullah tersebut, kata Dahnil, lantaran sahabatnya telah melakukan korupsi harta hasil rampasan perang yang sebesar dua dirham dan tidak membagikannya.
"Jadi pas dulu pascaperang khaibar, ada sahabat Rasul yang mati sahid tapi kemudian oleh Rasul berkeberatan untuk menshalati tapi beliau mempersilakan sahabat yang lain menshalati. Kemudian sahabat bertanya, 'kenapa Rasul menolak untuk menshalati? Rasul menjawab, sahabat kalian itu korupsi'. Jadi Rasul sangat benci," kata Dahnil.
Usulan ekstrim ini disampaikannya lantaran praktik korupsi saat ini sudah banyak merugikan masyarakat. Lebih lanjut, ia mengatakan, wacana ini telah disampaikannya pada saat Muktamar Muhammadiyah di Makassar beberapa waktu lalu. Kendati demikian, usulan tersebut masih membutuhkan pembahasan lebih lanjut untuk kemudian dijadikan sebagai fatwa.
Adapun soal wacana revisi Undang-Undang KPK yang diusulkan oleh anggota DPR tak hanya melemahkan lembaga anti-korupsi KPK. Namun, justru membunuh keberadaan lembaga tersebut.