REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyatakan tenaga kerja terampil (skilled labour) Indonesia akan menghadapi pergerakan bebas dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Namun, data resmi BPS per Mei 2015, menyatakan Indonesia hanya memiliki 18,98 juta tenaga kerja terampil dari 128,3 juta angkatan kerja.
“Indonesia dihadapkan pada kenyataan bahwa pasar kerja nasional mengalami surplus tenaga kerja, terutama tenaga kerja tidak terampil,” ujar Kabag Kepegawaian dan Umum, Kemenaker, Eko Sardjono Doles Hartanto, di Bogor, Kamis (8/10).
Menurut dia, sedikitnya jumlah tenaga kerja terampil menunjukkan mayoritas tenaga kerja Indonesia memiliki kualitas yang rendah. Padahal, tenaga kerja terampil menjadi salah satu dari empat modal utama Indonesia dalam menyongsong MEA yang akan dimulai pada akhir 2015.
“Selain tenaga kerja, Indonesia juga mengandalkan sumber daya alam (SDA), stabilitas politik sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, dan letak geografis dan maritim yang strategis,” jelas dia.
Ia menyatakan, surplus tenaga kerja tidak terampil di Indonesia disebabkan oleh sistem pendidikan nasional dan sistem ketenagakerjaan nasional yang belum optimal dan seimbang. Hal itu bahkan juga menyebabkan penyerapan tenaga kerja yang rendah, sehingga banyak yang menjadi pengangguran.
“Padahal, pada 2020, sebanyak 50-60 persen penduduk Indonesia berada dalam usia produktif, 15-24 tahun,” kata Eko.